BERITABUANA.CO, NEW DELHI – Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi memastikan pemangkasan Pajak Barang dan Jasa (PBJ) yang mulai berlaku pada Senin (22/9/2025) akan meningkatkan pendapatan rumah tangga dan bisnis. Kebijakan ini diyakini akan memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat daya beli masyarakat.
“Pengurangan pajak ini akan mempercepat pertumbuhan India. Hal ini akan membuat bisnis dan investasi lebih menarik,” kata Modi dalam pidato yang disiarkan televisi pada Minggu (21/9/2025) waktu setempat.
Awal bulan ini, pemerintah India merombak sistem PBJ yang selama ini dianggap kompleks dengan memangkas tarif untuk sebagian besar barang kebutuhan sehari-hari, premi asuransi, hingga kendaraan. Tarif baru yang berlaku mulai hari ini menetapkan pajak sebesar 5 persen hingga 18 persen untuk mayoritas barang.
Modi menyebut kebijakan tersebut merupakan “bonanza ganda” bagi masyarakat, setelah pemerintah lebih dulu mengumumkan pemotongan pajak penghasilan pada Februari lalu. Ia memperkirakan kombinasi dua kebijakan ini akan menghemat anggaran masyarakat hingga 2,5 triliun rupee, sehingga mendorong belanja menjelang musim perayaan.
Musim perayaan di India yang berlangsung berminggu-minggu akan mencapai puncak pada festival Hindu Diwali bulan depan. Belanja konsumen selama periode tersebut biasanya menyumbang sekitar sepertiga dari penjualan tahunan sejumlah perusahaan besar.
Selain itu, Modi juga menyerukan masyarakat untuk mengutamakan produk buatan dalam negeri. “Apa yang dibutuhkan bangsa dan apa yang dapat diproduksi di India harus diproduksi di India sendiri,” ujarnya.
Langkah meningkatkan konsumsi domestik ini merupakan bagian dari strategi besar Modi untuk memperkuat kemandirian ekonomi India di tengah tren proteksionisme global. Target jangka panjangnya, India ditetapkan menjadi negara maju pada 2047.
Meski demikian, perekonomian India diperkirakan tumbuh dengan laju terlemah dalam lima tahun terakhir pada tahun fiskal yang berakhir Maret 2026, di tengah tekanan eksternal seperti tarif impor 50 persen dari Amerika Serikat yang diberlakukan Presiden Donald Trump. (Red)