KI Pusat Edukasi Publik untuk Meminta Informasi Terkait Ijasah Jokowi ke UGM

by
Komisioner Komisi Informasi Pusat Rospita Vici Paulyn. (Foto; Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Polemik ijasah palsu Presiden RI ke-7 Jokowi Widodo terus menimbulkan perdebatan publik, meskipun berbagai pihak sudah mencoba melakukan klarifikasi dan penjelasan secara terbuka.

Komisioner Komisi Informasi Pusat Rospita Vici Paulyn menyampaikan bahwa Jokowi tidak punya kewajiban untuk memenuhi keinginan publik dalam membuktikan sendiri keaslian ijasahnya.

Mengapa? Karena jokowi saat ini merupakan individu, warga negara biasa, bukan lagi pejabat publik dan dan tidak terikat dengan sebagai penyelenggara negara atau lembaga eksekutif.

”Namun jika masyarakat ingin memperoleh kejelasan informasi apakah benar Jokowi pernah kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM)? Dari tahun berapa sampai tahun berapa masa kuliahnya? Di fakultas mana? Jurusan apa? Apa judul skripsinya? Siapa yang menandatangani skripsinya? Tahun berapa lulusnya? Siapa nama rektor dan dekan yang menjabat kala itu? Apakah ijasahnya benar dan dikeluarkan oleh UGM? Kapan dikeluarkannya? dan sebagainya; maka publik bisa menggunakan mekanisme sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP,” ujar Vici dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/5/2025)

Jika melihat constitutional importance keterbukaan informasi publik dalam konsideran UU Nomor 14 2008, kata Rospita, negara hadir dalam memberikan payung hukum dan jaminan hak asasi atas informasi publik sebagaimana tercantum pada UUD 1945 pasal 28 F yang menyatakan bahwa ”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

UU KIP, jelas Vici, memberikan jaminan terhadap lima jenis hak atas informasi: hak untuk mengetahui, hak untuk melihat dan memeriksa, hak untuk mendapat salinan dokumen, hak untuk mendapat informasi, dan hak untuk menyebarluaskan informasi.

Untuk itu, masyarakat berhak untuk mengakses informasi yang dikuasai oleh badan publik, termasuk informasi yang menyangkut pendidikan para pejabat publik. Namun, tidak semua jenis informasi dapat diakses begitu saja, karena ada batasan terkait dengan informasi yang dikecualikan, seperti yang diatur dalam pasal-pasal UU KIP.

Meskipun demikian, masyarakat tetap berhak untuk mengajukan permohonan informasi kepada badan publik yang bersangkutan dan menempuh jalur hukum apabila permintaan tersebut ditolak.

Secara detail, Vici menjelaskan bahwa UU KIP juncto Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik sudah mengatur tata cara bagaimana publik bisa mendapatkan informasi dengan baik dan benar, yaitu dengan melakukan Permohonan Informasi ke Badan Publik.

”Karena Jokowi menyampaikan bahwa beliau adalah lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) dan pihak UGM juga telah mengklarifikasi kebenarannya, maka silahkan kepada masyarakat yang ingin tahu lebih lanjut melakukan permohonan informasi publik kepada institusi pendidikan terkait yang mengeluarkan ijasah Jokowi tersebut, dalam hal ini Universitas Gajah Mada (UGM). Permohonan informasi ditujukan kepada: Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) UGM. Sebagai Badan Publik.”

Syaratnya mudah, untuk permohonan informasi yang dilakukan perorangan, cukup melampirkan fotocopy KTP atau surat keterangan kependudukan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat; untuk kelompok orang, harus melampirkan surat kuasa dan fotokopi kartu tanda penduduk atau surat keterangan kependudukan pemberi kuasa; dan untuk Badan Hukum, paling sedikit melampirkan fotokopi akta pendirian badan hukum yang telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Permintaan Informasi Publik tersebut diajukan secara tertulis dengan datang langsung ke Badan Publik atau melalui surat elektronik (email). Pemohon wajib mencantumkan alasan/tujuan permohonan informasi publik.

Dalam jangka waktu 10 hari kerja, UGM sebagai badan publik wajib menanggapi permohonan informasi yg diajukan oleh Pemohon. Jika dalam 10 hari kerja permohonan informasi belum dijawab, atau dijawab tetapi jawabannya tidak sesuai yang diinginkan, Pemohon dapat mengajukan Surat Keberatan yang ditujukan kepada atasan PPID UGM atas tidak ditanggapi/tidak sesuainya permohonan informasi.

Selama masa waktu 30 hari kerja, atasan PPID UGM wajib menjawab keberatan yang diajukan oleh Pemohon. Jika dalam 30 hari kerja atasan PPID UGM tidak menjawab, atau dijawab tetapi jawabannya juga tidak sesuai yang dimohonkan, maka pemohon informasi dapat mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi.

Dalam hal pemberian informasi publik, UGM wajib memberikan informasi yang akurat, benar, tidak menyesatkan, dan dapat dipertanggungjawabkan, karena permasalahan ijasah ini panjang rentetannya, menyangkut posisi Jokowi yang sebelumnya yang merupakan pejabat negara mulai dari walikota sampai ke presiden.

Menurut Vici, jika Pemohon Informasi mengalami hambatan dalam memperoleh informasi publik dari Badan Publik yang mengakibatkan timbulnya sengketa informasi antara pemohon informasi dengan Badan Publik, ada mekanisme penyelesaian sengketa yang independen melalui Komisi Informasi. Komisi Informasi dapat ‘memaksa’ Badan Publik memberikan informasi publik kepada Pemohon informasi, jika informasi yang diminta bersifat terbuka berdasarkan putusan Komisi Informasi.

”Ada sanksi pidana yang bisa dikenakan kepada Badan Publik atau siapa saja yang dengan sengaja memberi perintah untuk tidak memberikan/membuka informasi kepada Pemohon Informasi, apabila putusannya telah inkrah/berkekuatan hukum tetap menyatakan informasi tersebut bersifat terbuka.” tegas Vici. (Kds)