POLEMIK mengenai keaslian ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut berasal dari Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir. Di tengah derasnya perdebatan dan tudingan yang beredar di media sosial, penting untuk kembali melihat persoalan ini dalam bingkai hukum dan keterbukaan informasi publik, bukan sekadar opini atau asumsi.
Sebagai negara demokratis yang menjunjung prinsip transparansi, Indonesia telah menyediakan jalur resmi bagi warga negara untuk memperoleh informasi dari institusi publik. Dalam konteks ini, UGM merupakan Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Artinya, setiap warga negara memiliki hak untuk mengajukan permohonan informasi kepada UGM melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) — termasuk informasi mengenai status akademik seseorang yang pernah menjadi mahasiswa di sana.
Permohonan informasi ini adalah langkah legal, sah, dan bertanggung jawab untuk memperoleh kejelasan. Tentu, permintaan informasi harus tetap memperhatikan ketentuan mengenai perlindungan data pribadi dan batas-batas informasi yang dikecualikan. Namun, apabila informasi yang diminta memang merupakan informasi publik atau tidak termasuk kategori yang dikecualikan, maka UGM berkewajiban untuk menyediakannya.
Jika dalam prosesnya terjadi hambatan—misalnya, permohonan informasi tidak direspons, ditolak tanpa dasar jelas, atau menimbulkan ketidakpuasan—UU KIP juga memberikan ruang bagi penyelesaian melalui jalur resmi. Sengketa informasi antara pemohon dan Badan Publik dapat dibawa ke Komisi Informasi, lembaga independen yang diberi wewenang menyelesaikan persoalan seperti ini secara adil dan transparan.
Dengan demikian, publik tidak perlu terus terjebak dalam perdebatan tanpa ujung yang didasarkan pada spekulasi. Ada mekanisme hukum yang tersedia dan bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang ingin memperoleh kejelasan atas isu ini. Transparansi harus menjadi panglima, bukan desas-desus.
Polemik ijazah Jokowi bukan hanya soal pribadi, tapi juga cerminan sejauh mana kita menghormati prinsip keterbukaan dan akuntabilitas publik dalam sistem demokrasi. Maka, mari dorong penyelesaian melalui jalur yang benar. Karena dalam demokrasi yang sehat, kebenaran harus ditegakkan berdasarkan data dan prosedur, bukan narasi yang tak berdasar.
*Rizky Tarmasi* – (Pengamat Keterbukaan Informasi)