Polemik Ijazah Jokowi, Beban Pembuktian Ada pada Institusi, Bukan Perseorangan

by
Rizky Tarmasi

ISU dugaan ijazah palsu Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus berulang dalam percakapan publik. Isu ini mengemuka bukan hanya karena sifatnya yang sensasional, tetapi juga karena menyangkut figur mantan kepala negara. Dalam banyak diskusi di media sosial dan bahkan gugatan hukum, muncul desakan agar Jokowi membuktikan sendiri keaslian ijazahnya.

Namun, perlu ditegaskan secara objektif dan berdasarkan hukum: Jokowi sebagai individu tidak memiliki kewajiban hukum untuk membuktikan keaslian ijazah yang ia miliki — apalagi jika tuntutan itu lahir hanya dari opini publik, bukan dalam konteks proses hukum formal yang sah.

Bukan Kewajiban Perseorangan

Dalam sistem hukum Indonesia, tanggung jawab pembuktian atas suatu dokumen resmi seperti ijazah tidak dibebankan kepada pemegang dokumen secara pribadi, melainkan kepada lembaga yang menerbitkannya. Hal ini sejalan dengan prinsip administrasi publik dan pembuktian legalitas dokumen, di mana validitas suatu dokumen negara hanya dapat dipastikan melalui lembaga penerbitnya.

Jokowi dalam hal ini berposisi sebagai pribadi atau perseorangan, bukan sebagai lembaga atau badan publik yang menghasilkan informasi. Oleh karena itu, permintaan publik agar ia membuka atau membuktikan ijazahnya secara langsung tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Yang memiliki tanggung jawab untuk membuktikan keaslian dokumen adalah lembaga pendidikan yang mengeluarkan ijazah tersebut, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM).

Peran Badan Publik

UGM adalah badan publik, karena merupakan perguruan tinggi negeri yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). UU ini menjelaskan bahwa informasi publik adalah informasi yang “dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh badan publik.”

Dengan demikian, segala bentuk dokumen akademik yang dikeluarkan UGM termasuk dalam kategori informasi publik—selama tidak termasuk informasi yang dikecualikan, seperti data pribadi yang bersifat sensitif.

Maka jika ada keraguan terhadap keaslian ijazah Jokowi, jalur yang sah dan konstitusional adalah mengajukan permintaan informasi kepada PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) UGM. Badan ini berkewajiban menanggapi permohonan sesuai prosedur UU KIP. Bila informasi yang diminta terbukti bukan informasi yang dikecualikan, maka UGM wajib menyediakannya.

Jika permintaan informasi tidak dijawab, ditolak tanpa dasar, atau menimbulkan ketidakpuasan, publik juga berhak mengajukan sengketa ke Komisi Informasi. Komisi ini adalah lembaga independen yang diberi mandat menyelesaikan sengketa informasi publik secara objektif, adil, dan transparan.

Polemik Tak Akan Usai Tanpa Klarifikasi Lembaga

Perlu dicatat bahwa UGM telah menyatakan bahwa ijazah Jokowi adalah asli. Namun untuk menjawab keraguan yang terus muncul, pembuktian formal tetap harus datang dari institusi yang mengeluarkan dokumen tersebut. Selama hal ini belum disampaikan dalam kerangka hukum yang berlaku, polemik ini akan terus bergulir.

Pada akhirnya, menyelesaikan persoalan ini bukanlah soal pembelaan terhadap individu, melainkan memastikan bahwa sistem informasi publik berjalan sebagaimana mestinya. Transparansi dan akuntabilitas institusi adalah kunci utama dalam meredam keraguan publik secara objektif dan legal.

Penutup: Transparansi yang Berbasis Prosedur

Dalam negara hukum yang demokratis, transparansi adalah nilai penting, tapi harus dijalankan dengan aturan yang tepat. Tidak adil bila seorang warga negara—termasuk Mantan Presiden—dipaksa membuktikan keaslian dokumen pribadinya hanya karena tekanan opini publik. Beban pembuktian harus tetap berada di tangan lembaga resmi yang mengeluarkan dokumen tersebut.

Karena itu, dalam hal ini UGM sebaiknya memberikan penjelasan secara terbuka, lengkap, dan dapat diverifikasi. Dengan cara itulah polemik ini bisa ditutup secara elegan—bukan dengan spekulasi, tetapi dengan prosedur hukum yang sah dan objektif.

*Rizky Tarmasi* – (Pemerhati Keterbukaan Informasi Publik dan Komunikasi Politik