BERITABUANA.CO, JAKARTA – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, keberpihakan Paus Fransisku terhadap kemanusian dan perdamaian, dikhawatirkan oleh para petinggi dan pejabat Israel. Hal ini terbukti dengan tidak adanya satupun delegasi dari Israel yang hadir dalam pemakaman.
“Presiden Amerika Serikat Donald Trump hadir, Presiden Prancis Emmanuel Macron hadir dan bahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy juga hadir,” kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dalam Dialektika Demokrasi dengan tema Mengenang Kesederhanaan Paus Fransiskus, Gong Bapak Suci untuk Perdamian Israel-Palestina, di Ruang PPIP Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Menurutnya, Paus sebenarnya ingin menyampaikan bahwa perang yang ada di Gaza adalah perang yang mengarah kepada genosida atau etnik.
“Karena bagi Israel, perang harus dimenangkan. Yang kedua para petinggi Hamas dihabisi dan yang ketiga, Gaza dikuasai seperti saat menguasai Tepi Barat,” ujarnya.
Gaza perlu dikuasai karena selama ini rudal dan serangan dari Hamas diluncurkan dari Gaza. Sehingga untuk memastikan bahwa tidak ada lagi serangan, maka Gaza harus dikuasai.
“Pesan yang disampaikan oleh Paus Fransiskus adalah tidak seharusnya tidak genosida dilakukan. Saat bicara soal Palestina, beliau selalu bicara soal anak-anak dan para wanita,” tandasnya.
“Saya bisa memahami karena apa anak-anak kalau Israel terus menyerang suatu hari nanti mereka akan menjadi para pejuang yang akan melawan Israel maka bagi Islam itu harus para perempuan kenapa harus dihabisin karena mereka yang bisa melahirkan anak-anak yang suatu hari nanti akan memperjuangkan tanahnya,” tambahnya.
Dia juga mengatakan, apa yang disampaikan oleh Paus Fransiskus rupanya berdampak pada para pemimpin negara-negara Eropa. Negara yang sebelumnya tidak mengakui Palestina, sekarang justru mengakui.
“Prancis dalam waktu yang tidak terlalu lama katanya akan mengakui. Demikian dengan sejumlah negara, seperti Spanyol dan lain sebagainya,” tegasnya.
Namun yang paling berat adalah Trump. Karena Trump selalu berada di belakang Israel. Sehingga Israel merasa selalu di atas angin untuk melakukan serangan ke Gaza. Sampai hari ini, hampir 50.000 orang sudah meninggal.
Padahal, tindakan tersebut menurut masyarakat internasional dianggap sebagai genosida etnik. Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono mengatakan, Paus Fransiskus terus mendorong nilai kemanusiaan.
“Yakni untuk bagaimana menyelesaikan konflik dan selalu mengedepankan dialog. Dimana selama dialog masih berjalan, maka ada kesempatan perdamaian,” tukasnya.
Teladan Kesederhanaan
Sementara Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, mengangkat sosok Paus Fransiskus sebagai teladan moral global dalam mengupayakan perdamaian dunia, khususnya dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina.
“Kita sangat terkesima dengan Paus Fransiskus. Di sisa-sisa hidupnya, beliau tetap setia dengan sumpah kesederhanaannya,” ujar Dave.
Ia menekankan bahwa Paus hanya meninggalkan kekayaan sekitar 100 dolar AS dan bahkan selama kunjungannya ke Jakarta memilih menggunakan mobil sederhana Toyota Zenix, bukan kendaraan mewah. Menurut dia, kekuatan simbolik Paus melampaui sekadar kekuatan spiritual.
“Beliau tak memiliki kekuatan militer seperti negara-negara besar, tapi suaranya dalam menyuarakan perdamaian begitu kuat,” katanya.
Dalam konteks konflik Israel-Palestina, Dave menekankan pentingnya belajar dari pendekatan Paus: empati, dialog, dan inklusivitas. Ia juga menyinggung betapa peliknya konflik di Timur Tengah yang telah berlangsung selama ribuan tahun dan menyebabkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal.
“Presiden Prabowo pun telah menawarkan solusi sementara dengan menampung pengungsi untuk memulai proses penyembuhan,” lanjut Dave.
Dave menegaskan pentingnya diplomasi kemanusiaan yang menjunjung kesederhanaan dan keadilan, sembari mengajak semua pihak untuk terus mendorong proses dialog.
“Selama pintu dialog masih terbuka, berarti masih ada harapan. DPR berperan menjembatani dan terus mendorong forum-forum multilateral agar proses perdamaian tetap hidup,” tuturnya.
Ia mengingatkan bahwa konflik di kawasan seperti Timur Tengah bukan hanya persoalan geopolitik, tetapi berdampak langsung pada kehidupan global, termasuk ekonomi Indonesia.
“Dampak konflik itu nyata, dimana barang jadi mahal, distribusi terganggu. Karena itu, perdamaian bukan hanya idealisme, tapi juga kebutuhan praktis,” sebutnya lagi.
Sebagai penutup, Dave menegaskan bahwa perjuangan untuk perdamaian harus terus dilanjutkan.
“Kita harus mengikuti semangat Paus Fransiskus dalam membangun diplomasi empatik yang mengedepankan dialog dan keadilan bagi semua pihak,” pungkasnya. (Kds)