Puan Ingatkan Pemerintah Jangan Gegabah Membuka Moratorium Pengiriman PMI ke Arab Saudi

by
Ketua DPR RI Puan Maharani. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti kebijakan pemerintah yang berencana mencabut moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia ( PMI) ke Arab Saudi seperti yang sudah disampaikan oleh Menteri Pekerja Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding.

Pemerintah, kata Puan , tidak boleh gegabah dalam membuka moratorium serta harus mengutamakan perlindungan PMI. Karenanya harus dipertimbangkan lagi rencana moratorium tersebut serta adanya jaminan perlindungan yang jelas dan konkret bagi tenaga kerja kita.

Dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/3/2025), Puan Maharani mengingatkan banyak kasus kekerasan terhadap PMI di Arab Saudi yang tidak terselesaikan.

Dalam hal ini dikatakan Puan, bagaimana pemerintah bisa mendorong pihak Saudi untuk menyelesaikan terlebih dahulu kasus-kasus pelanggaran terhadap PMI seperti masalah eksploitasi, kekerasan, hingga eksekusi mati yang melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Selama ini, terlalu banyak kasus kekerasan fisik, eksploitasi tenaga kerja, hingga ancaman hukuman mati yang dialami PMI kita di sana. Ini harus menjadi perhatian utama,” kata Puan Maharani.

Dia kemudian meminta pemerintah tidak hanya berfokus pada urusan devisa negara dalam hal pencabutan moratorium. Namun, Puan menekankan perlunya perlindungan bagi para pekerja migran.

“Devisa memang akan menambah pemasukan negara, tapi yang paling penting adalah perlindungan bagi pekerja migran kita. Apalagi selama ini sudah banyak kasus-kasus pelanggaran yang merugikan PMI maupun bangsa Indonesia,” kata dia.

Puan menekankan, harus ada kejelasan komitmen perjanjian dalam mekanisme hukum yang kuat dan dapat ditegakkan secara efektif meskipun otoritas Arab Saudi telah berjanji untuk meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja asing. Termasuk soal penyelesaian kasus-kasus hukum PMI yang menyalahi aturan HAM.

Ketua DPP PDIP ini meminta pemerintah agar memastikan dulu pemerintah Arab Saudi berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus hukum pekerja migran kita yang mencederai nilai-nilai keadilan.

Puan menyebut salah satu contoh kasus yang menjadi sorotan, yakni kasus PMI asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat, bernama Susanti yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.

Dalam kasus itu, Susanti dituduh telah membunuh anak majikan sekitar tahun 2011 lalu. Menurut Puan, pemerintah sebaiknya lebih dulu memprioritaskan untuk menyelesaikan kasus-kasus pekerja migran sebelum memutuskan membuka moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi.

“Belum lagi banyaknya kasus kekerasan dan eksploitasi yang dialami pekerja migran kita di sana, di mana juga tak sedikit yang masalahnya belum terselesaikan. Ini dulu yang kita harap bisa diselesaikan,” ucap Puan.

Meski demikian, jika pemerintah memutuskan tetap membuka moratorium PMI ke Arab Saudi, Puan mengingatkan agar nota kesepahaman (MoU) yang akan ditandatangani harus benar-benar memastikan bahwa hak-hak PMI terlindungi dan tidak sekadar menjadi formalitas semata.

Ia menekankan, dalam kesepakatan dengan Arab Saudi harus benar-benar menjamin perlindungan hukum, kesejahteraan, serta mekanisme penyelesaian kasus yang adil bagi PMI.

Puan meminta pemerintah belajar dari pengalaman buruk di masa lalu. Jangan hanya tergiur oleh peluang ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak serius terhadap keselamatan dan kesejahteraan para pekerja migran kita.

Dikatakan Puan , DPR RI memastikan melalui komisi terkait akan terus mengawal kebijakan yang dicetuskan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran (PPMI).

Selain itu disarankan juga agar pemerintah dapat memperkuat sistem pengawasan, meningkatkan edukasi bagi calon pekerja migran, serta membangun mekanisme pelaporan yang lebih efektif agar PMI memiliki akses untuk mendapatkan bantuan jika mengalami permasalahan di negara tujuan.

“Perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar membuka kembali peluang pengiriman tanpa jaminan yang jelas,” tegas Puan.

Menteri PPMI Abdul Kadir Karding baru-baru ini menghadap Presiden Prabowo Subianto. Kepada wartawan, Karding menuturkan, sejak 2015, kesepakatan kerja sama dengan Arab Saudi dimoratorium oleh pihak Indonesia karena jaminan perlindungan di negara itu masih minim.

Namun, tetap saja ada pekerja migran dari Indonesia yang bekerja di Arab Saudi secara ilegal. Sampai sekarang memang sejak dimoratorium, sampai sekarang itu kata Karding ada satu hal yang merisaukan kita karena ada 25.000 minimal setiap tahun orang kita secara ilegal atau yang prosedur berangkat ke Arab Saudi. Bahkan, menurut Karding, pihak Arab Saudi menjanjikan ada 600.000 pekerja yang bisa dikirim ke sana. (Asim)