BERITABUANA.CO, JAKARTA – Direktur Utama (Dirut) PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) atau Bank BJB, Yuddy Renaldi, mengundurkan diri.
Tidak dijelaskan alasan pasti mengundurkan diri. Namun pengunduran diri Yuddy ini di tengah penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal dugaan markup Bank BJB terhadap dana penempatan iklan selama periode 2021 hingga 2023, dengan nilai total sekitar Rp 200 miliar.
“Pada tanggal 4 Maret 2025, perseroan telah menerima surat pengunduran diri Bapak Yuddy Renaldi selaku direktur utama perseroan. Pengunduran diri tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan alasan pribadi,” tulis manajemen Bank BJB dikutip pada Rabu (5/3/2025).
Selanjutnya, permohonan pengunduran diri tersebut akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Tahun Buku 2024 sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Manajemen Bank BJB menegaskan, bahwa kegiatan usaha, operasional, dan layanan perseroan tetap berjalan normal. “Manajemen dan karyawan Bank BJB tetap berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik kepada nasabah dan menjaga kinerja perusahaan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik,” tulis manajemen BJBR.
Adapun Yuddy bukanlah sosok baru di dunia perbankan Tanah Air. Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) periode 2023-2027 ini tercatat pernah bekerja di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) hingga bank ini dimerger dengan tiga bank lainnya pada 1999 untuk membentuk Bank Mandiri.
Di bank berlogo pita emas tersebut, Yuddy pernah dipercaya sebagai Group Head Special Asset Management II Bank Mandiri (2013-2016) dan Group Head Subsidiaries Management Bank Mandiri (2016-2017).
Kemudian pada 2017, Yuddy memutuskan hijrah dan melanjutkan perjalanan kariernya di PT Bank Negara Indonesia (BNI). Kala itu, dia menjabat sebagai Senior Executive Vice President (SEVP) Remedial dan Recovery BNI.
Leadership dan pengalamannya berkarier di bank pelat merah, rupanya membuat para pemegang saham BJBR kepincut dengan sosok Yuddy. Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Bank BJB pada Selasa, 30 April 2019, Yuddy resmi ditunjuk jadi orang nomor satu di bank kebanggaan warga Jawa Barat tersebut.
Lewat tangan dingin Yuddy, Bank BJB menjelma menjadi bank daerah yang terus bertransformasi dan tumbuh solid. Menurut data Biro Riset Infobank (birI), sejak 2019, Bank BJB terus mengalami pertumbuhan. Pada September 2024, aset Bank BJB mencapai Rp201 triliun. Lima tahun lalu (2019) asetnya masih di angka Rp123,5 triliun. Pertumbuhan yang fantastis, mengingat di rentang 2020-2022 ada COVID-19.
Bandingkan dengan bank-bank di kelasnya (per September 2024), seperti Maybank Indonesia yang asetnya Rp189,32 triliun, Bank UOB Indonesia dengan aset Rp168,26 triliun, dan DBS Indonesia dengan aset Rp133,2 triliun. Tidak kalah dari bank-bank milik asing.
Hebatnya lagi, Bank BJB merupakan bank terbesar di jajaran bank-bank milik pemda. Bank BJB masuk dalam jajaran elite perbankan nasional yang mampu menyalip bank-bank milik asing.
Sementara kasus dugaan korupsi yang menyeret Bank BJB — KPK tengah melakukan penyidikan dugaan kasus korupsi iklan Rp 200 miliar.
Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) kasus dugaan korupsi dana iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tbk yang disebu-sebut merugikan negara Rp 200 miliar hampir rampung.
Jika sudah ada sprindiknya, KPK akan mengumumkan siapa saja tersangkanya. Hal ini sebagaimana kebijakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah menyelidiki perkara tersebut.
“Karena sekarang kebijakannya setelah naik penyidikan langsung konpers,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Menurut Asep, tim penyidik sudah mengajukan sprindik kepada para komisioner, namun belum bisa memastikan kapan pengumuman akan dilakukan.
“Sepengetahuan saya ini sudah kita ajukan. Jadi nanti kita cek lagi,” tandasnya.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sebelumnya menemukan indikasi penyimpangan sebesar Rp28 miliar dalam pengelolaan dana iklan Bank BJB. Dari total tagihan sebesar Rp37,9 miliar, hanya Rp9,7 miliar yang terkonfirmasi sebagai biaya iklan yang benar-benar tayang, sementara selisihnya dinilai tidak wajar.
Dalam laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan BPK pada Maret 2024, ditemukan bahwa Bank BJB mengalokasikan anggaran belanja iklan sebesar Rp341 miliar melalui enam perusahaan agensi perantara.
Dugaan korupsi muncul karena nilai riil yang diterima media jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang dikeluarkan oleh bank.
Pada September 2024, KPK telah menggelar rapat ekspose perkara dan menyepakati bahwa kasus ini layak naik ke tahap penyidikan. Dalam rapat tersebut, KPK juga telah mengidentifikasi lima calon tersangka, yang terdiri dari dua petinggi Bank BJB dan tiga pihak swasta yang diduga terlibat dalam penggelembungan anggaran. (Kds)