BERITABUANA.CO, JAKARTA – Meski kasus gratifikasi Rp915 miliar dan 51 kg emas dari para pihak yang berperkara dengan melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, namun Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga kini masih terus mengusut perkembangan kasus tersebut.
Bahkan Kejagung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Harli Siregar menyatakan, peluang kemungkinan munculnya tersangka baru bisa saja terjadi apabila terungkap adanya fakta baru di persidangan Zarof Ricar terkait aliran sumber dana gratifikasi tersebut.
“Bahwa nanti dalam proses perkembangannya ada para pihak lain yang menikmati misalnya, ya tidak menutup kemungkinan (bakal ada tersangka baru-red) itu,” ujar Harli saat menanggapi dugaan keterlibatan pihak lain atas aliran sumber dana gratifikasi tersebut, Rabu (12/2/2025), di Jakarta.
Karena itu, sumber dan aliran dana terdakwa Zarof Ricar diyakini bisa terungkap dalam proses di persidangan Tipikor. Mengingat selama proses itu, bisa saja muncul adanya fakta baru yang valid, sehingga bisa ditelisik kembali darimana sumber dan kemana dananya itu mengalir.
Sebelumnya, dalam sidang perdana Senin (10/2/2025) kemaren, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Zarof Ricar telah menerima gratifikasi sebanyak Rp915 miliar dan 51 kg emas. Jumlah tersebut diterimanya dari para pihak yang berperkara, baik pada tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
“Menerima gratifikasi yaitu menerima uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah dengan nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp915.000.000.000 dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 kilogram dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan Pengadilan,” kata JPU.
Adapun, penerimaan Rp915 miliar itu terdiri dari berbagai mata uang, mulai dari Rupiah, Dolar Singapura, Dolar Amerika Serikat, dan Dolar HongKong. Kemudian untuk emas, mayoritas berupa emas logam mulia PT Antam dengan berat 50 dan 100 gram.
Atas perbuatannya, Zarof didakwa Pasal 12 B Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terkait dengan dakwaan tersebut, pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf menilai, jaksa penuntut umum hanya berfokus pada permainan kasasi Gregorius Ronald Tannur atas kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.
Namun, jaksa tidak mengungkap perkara lainnya, termasuk dugaan perkara Sugar Group senilai Rp200 miliar.
“Terkait markus pengadilan seyogyanya diungkap semua oleh kejaksaan karena menyangkut barang bukti yang banyak dari berapa jumlah kasus dan jangan dipisah perkara jika terdakwanya hanya satu,” kata Hudi saat menanggapi persidangan Zarof Ricar kepada wartawan, Selasa (11/2/2025), di Jakarta.
Karena itu Hudi mendesak agar jaksa tetap menelusuri aliran dana dalam perkara makelar kasus (markus), termasuk keterlibatan oknum hakim dan pengkondisian perkara yang diduga dipermainkan.
“Perlu ditelusuri juga sumber uang dan siapa penerima terkait kasus apa, semua itu bermasalah serius, kasihan pencari keadilan yang menjadi korban markus,” katanya.
Menurutnya, jika kejahatan itu benar terbukti secara sah dan meyakinkan, hendaknya produk hukum yang pernah diputuskan selayaknya harus dibatalkan agar kembali kepada titik keseimbangan.
“Perkara yang diduga penuh intervensi seharusnya dibatalkan dan kembali diproses melalui peradilan yang adil,” ujarnya. Oisa