BERITABUANA.CO, KUPANG – Terhitung mulai 5 Januari 2025 Pemerintah Provinsi NTT memberlakukan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) menjadi 1,2 Persen, dimana sebelumnya 1,5 Persen.
“Tapi Wajib Pajak juga dikenakan opsen sebesar 66 persen,” tegas Plt. Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, Dominikus Payong saat jumpa pers di lobby Kantor Gubernur NTT, Selasa (10/12/2024).
Jumpa pers juga dihadiri dari Prokopimda Provinsi NTT, Aven Rame, KPP Pratama Kupang, Jupiter dan Richard serta dari Dinas Pendapatan dan Aset Daerah, Jonathan.
Dengan adanya opsen tersebut, lanjut Dominikus Payong, ada peningkatan biaya pembayaran PKB, oleh karena amanat UU nomor 1 tahun 2022 maupun Perda 1 tahun 2024.
“Tugas kami menyiapkan langkah-langkah strategis dalam pemberlakuan opsen ini. Diantaranya, rakor dengan Pemkab/Pemkot, karena tidak lagi mengenal pola bagi hasil pajak,” jelas Dominikus Payong.
Dimana melalui pola itu, tegas Dominikus Payong, Pemkab/Pemkot hanya dalam posisi terima saja/tranferan. Tapi dengan menggunakan opsen, maka Pemkab/Pemkot harus lebih aktif, dalam bersinergi dengan UPTD atau Samsat untuk melakukan pemungutan pajak.
“Disamping itu, Pemkab/Pemkot dilibatkan dalam pendataan dan penyiapan sarana dan prasaran mendukung pemungutan pajak, juga mengalokasikan sejumlah anggaran yaitu 2,5 persen dari opsen pajak yang didapatnya, untuk membiayai kegiatan tilang gabungan bersama kepolisian setempat,” urai dia.
Diakui Dominikus Payong, selama ini anggaran Tilang Gabungan disiapkan sepenuhnya oleh Pemprov melalui Badan Pendapatan dan Aset Daerah, tapi karena keterbatasan anggaran, maka tilang gabungan yang diharapkan bisa menjaring Wajib Pajak membayar pajaknya, hanya dilakukan dua kali dalam satu bulan atau enam hari dalam 30 hari sebulan.
“Maka dengan kesepakatan ruang kosong akan ditanggulangi Pemkab/Pemkot.
Pemprov dalam rangka melakukan pemungutan pajak, selain 1,2 persen tapi ada tambahan pungutan sebesar 66 persen,” ujar Dominikus Payong.
Pada kesempatan yang sama, KPP Pratama Kupang yang diwakili Jupiter mengatakan, tarif tersebut tidak mengena ke semua lini, terutama masyarakat menengah ke bawah.
“Ada fasilitas yang namanya barang atau jasa yang tidak kena PPn seperti pendidikan, keagamaan, jasa keuangan, kesehatan. Jadi berapapun tarifnya selama tidak berubah, maka masyarakat akan terjamin tanpa terkena PPn,” kata Jupiter.
Selain itu, tambah Jupiter, ada barang dan jasa lagi yang dibebaskan pajak, yang paling seringadalah bahan kebutuhan pokok, seperti beras, jagung, kacan-kacangan, daging, dan telur.
“Jadi pada dasarnya penyesuaian tarif ini, tidak berpengaruh pada masyarakat menengah ke bawah,” ungkap Jupiter.
Diakui Jupiter, kemampuan dari UMKM selama ini bayar pajak 0,5 persen berapapun omsetnya, tapi sejak 2022 untuk Rp500 juta pertama omzetnya pajak gratis, lalu untuk karyawan lapisan tarif PPh yang awalnya Rp50 juta menjadi Rp60 juta, dinaikan peringkatnya.
“Jadi ada kemudahan kita di PPh, bagaimana untuk menggantikan itu yang kita pikirkan adalah PPn. Jadi PPh kita subsidi atauberi intensif tertentu, kemudian PPn yang kita naikan,” pungkas Jupiter. (iir)