Politik Uang dan Intervensi Disebut Politikus Senior PKB Nodai Pilkada 2024

by
Ketua Fraksi PKB DPR RI Jazilul Fawaid. (Foto: Asim)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ketua Fraksi PKB DPR RI Jazilul Fawaid mengapresiasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024 karena berjalan relatif aman dan damai dan tidak banyak diwarnai dengan permainan isi suku, agama , ras dan antar golongan (SARA) yang berpotensi membelah rakyat.

“Alhamdulillah, untuk pesta demokrasi kali ini yang diadakan secara serentak di sejumlah wilayah Indonesia, kita tidak melihat warna dikotomi politik SARA,”kata Jazilul lewat keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (28/11/2024).

Pemungutan suara di tempat-tempat pemungutan suara (TPS) yang menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota telah berlangsung dan selesai Rabu (27/11/2024).

Pesta demokrasi lima tahunan ini relatif berjalan aman , lancar dan damai. Dan sampai sekarang Komisi Pemilihan Umum(KPU) Daerah masih menuntaskan proses rekapitulasi suara.

Meski begitu, politikus yang akrab disapa Gus Jazil ini menyoroti persoalan lain yang menodai gelaran Pilkada Serentak yakni dugaan politik uang (money politics) dan intervensi atau keterlibatan aparat untuk memenangkan calon tertentu.

“Kalau ada politik uang, siapa yang menang? Ya yang punya amplop,” tegas Gus Jazil.

Seperti diketahui, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan dugaan politik uang paling banyak terjadi selama masa tenang dan pada hari pemungutan suara saat pelaksanaan Pilkada 2024 ini. Bawaslu menerima 130 laporan informasi awal dugaan politik uang.

Kedua masa tersebut adalah masa yang paling rentan terjadinya politik uang. Politik uang merupakan upaya mempengaruhi pilihan pemilih, masyarakat, penyelenggara pemilihan dengan memberikan imbalan materi atau lainnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 pada Pasal 187A ayat 1 dan ayat 2, menyebutkan ancaman penjara dan denda bagi pihak yang terlibat politik uang.

Dalam UU itu, disebutkan bahwa bagi penerima maupun pemberi akan terancam pidana penjara minimal 3 tahun hingga 6 tahun serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

“Harus ada ketegasan untuk menindak pelaku pemberi maupun penerima politik uang ini,” tambahnya.

Gus Jazil mendorong agar sosialisasi penolakan terhadap politik uang ini harus intensif dilakukan melalui pendidikan politik.

Pendidikan politik ini menjadi salah satu cara agar masyarakat semakin melek untuk menolak politik uang.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), terdapat 203 juta orang yang terdaftar sebagai pemilih di Pilkada 2024 ini. (Asim)