BERITABUANA.CO, JAKARTA – Saksi yang diduga fiktif ikut hadir di persidangan yang melibatkan terdakwa seorang pengusaha asal Surabaya, Budi Said terkait dugaan korupsi atas transaksi emas dengan PT Antam Tbk semakin terungkap dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Senin (28/10/2024).
Pasalnya, salah seorang saksi bernama Sri Agung Nugroho merasa bingung karena tidak pernah membeli emas sebanyak itu kepada terdakwa Budi Said. Bahkan saat ditanya majelis hakim terkait adanya belasan transaksi atas nama dirinya, saksi secara lantang menjawab,”Saya tidak pernah beli mas, Pak Hakim.”
Dalam kesaksiannya, Sri Agung juga merasa heran soal alamat tinggalnya yang tercantum dalam berita acara pemeriksaan berbeda sekali dengan fakta yang dimiliki.
Saat itu majelis hakim menanyakan tempat tinggal saksi yang beralamat di Kampung Pulo, Desa SumberJaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi sebagaimana yang tertulis di dalam berkas acara pemeriksaan.
“Sejak tahun 2015 saya sudah tinggal di Mutiara Gading Timur, Mustika Jaya, Kabupaten Bekasi, Pak hakim,” jawab Agung Nugroho.
“Apakah dulu pernah tinggal di sana (Kampung Pulo-red)?,” tanya hakim lagi.
“Tidak pernah Pak hakim,” jawaban singkat saksi.
Sebagai mantan karyawan di PT Indoporlen, Bekasi, Agung juga mengaku tidak pernah bepergian ke Surabaya, apalagi dibilang kenal dengan terdakwa Budi Said.
“Tapi, saudara saksi kenal nggak dengan terdakwa Budi Said?,” desak hakim.
“Tidak Pak,” kata saksi sembari menggelengkan kepalanya.
Meski begitu, saksi mengaku pernah didatangi tim penyidik Kejaksaan Agung di rumahnya sebanyak dua kali. Katanya, dia diperiksa terkait kasus tindak pidana pencucian uang atas nama tersangka Budi Said.
“Waktu itu saya udah katakan, tidak pernah saya beli emas kepada siapa pun. Apalagi dalam jumlah besar seperti itu, Pak hakim,” terangnya.
Dalam persidangan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) juga menghadirkan seorang saksi dari Direktorat Pajak, Kementerian Keuangan. Namun sayangnya, saksi Husein tidak mampu menjelaskan soal kevalidan dari belasan transaksi jual beli emas atas nama saksi Sri Agung Nugroho kepada terdakwa Budi Said.
“Saya hanya melakukan klarifikasi data -data berdasarkan catatan yang sudah ada, Yang Mulia,” ujar saksi Husein menjawab pertanyana majelis hakim.
Seperti diketahui, pada kasus ini jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya telah mendakwa Budi Said melakukan tindak pidana korupsi, yakni menerima selisih lebih emas Antam sebesar 58,13 kilogram atau senilai Rp35,07 miliar, yang tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tidak ada pembayarannya kepada Antam sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,07 triliun.
Selain itu, terdapat kewajiban kekurangan serah emas Antam dari Antam kepada terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilogram berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1666 K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.
Tak hanya didakwa melakukan korupsi, Budi Said juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsinya, antara lain dengan menyamarkan transaksi penjualan emas Antam hingga menempatkannya sebagai modal pada CV Bahari Sentosa Alam.
Atas perbuatannya, Budi Said disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Budi Said juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, Abdul didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp92,25 miliar dalam kasus dugaan korupsi jual beli logam mulia emas lantaran tidak memonitor pelaksanaan opname stok dari kantor Pulogadung pada 2018.
Padahal, opname stok wajib dilaksanakan secara berkala per triwulan pada semua Butik Antam, termasuk pada BELM Surabaya 01, yang pada tahun 2018 sedang mengalami peningkatan angka penjualan emas yang besar.
Dengan demikian, perbuatan Abdul diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Oisa