BERITABUANA.CO, JAKARTA – Kekerasan seksual maupun kekerasan fisik yang terjadi di lingkungan kampus masih menjadi ancaman sekaligus tantangan serius bagi mahasiswa di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) per April 2024, tercatat sebanyak 2.681 kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Maka perlu adanya edukasi kepada mahasiswa tentang cara mencegah dan menangani kekerasan.
Menyadari urgensi ini, Satuan Tugas dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Institusi Media Digital Emtek (IMDE) mengadakan sharing dari ahli dan praktisi kesehatan dr. Ngabila Salama, MKM yang juga Kepala Seksi Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Tamansari, Jakarta Barat bertema ‘Hulu Sampai Hilir Cegah Kekerasan Seks & Kekerasan Fisik Mental di Lingkungan Kampus dengan Cerdik & Ceria Setiap Hari’, di Studio 1 Indosiar, Emtek City, Daan Mogot, Jakarta Barat, Rabu (23/10/2024). Hampir 100 mahasiswa IMDE mengikuti acara ini hingga akhir.
Pada awal paparannya, dr. Ngabila yang juga Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kemenkes RI, menekankan bahwa kesehatan mental sering diabaikan, terutama di kalangan Gen Z, karena stigma yang melekat serta kesulitan mendeteksi gejalanya, baik ringan maupun berat. Ia menjelaskan, gangguan kesehatan mental seperti kehilangan minat, kecemasan, sulit tidur, dan kesulitan berkonsentrasi dapat berujung pada masalah fisik.
Oleh karena itu, tandas dr. Ngabila, sangat penting untuk segera mencari bantuan saat merasakan gejala ini, sebagai bentuk self-love. Layanan psikolog di puskesmas saat ini telah tersedia di seluruh kecamatan di DKI Jakarta, sehingga menjadi solusi mudah dengan konsultasi gratis, baik secara online maupun offline.
Kenali dan Cegah Perundungan
Namun, yang sangat penting, dr. Ngabila juga membahas tentang perundungan dan kekerasan seksual di kalangan mahasiswa. Ia mengajak mahasiswa untuk memahami berbagai bentuk perundungan, mulai dari kekerasan fisik, psikis, hingga kekerasan seksual.
Menurutnya, orang yang melakukan perundungan sering kali merasa memiliki kendali atau kekuasaan yang berlebihan, dan perilaku tersebut kerap muncul sebagai bentuk balas dendam atau kebiasaan buruk.
“Pelaku perundungan biasanya merasa overpower, mengendalikan segala hal. Selain itu, terkadang mereka melakukannya sebagai bentuk balas dendam atau kebiasaan buruk yang terus berulang yang sudah menjadi (bad culture). Karena itu, jangan diam dan jangan biarkan perundungan terus terjadi,” ujarnya.
Generasi Berkualitas
Lebih lanjut ia juga turut mengedukasi mahasiswa yang mana merupakan calon masa depan bangsa mengenal pentingnya pola hidup sehat demi fisik serta mental yang sehat. dr. Ngabila memperkenalkan dua konsep penting: CERDIK dan CERIA, yang dirancang untuk membantu mahasiswa menjaga kesehatan fisik dan mental.
CERDIK meliputi: Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stress. Sementara CERIA menekankan Cerdas secara intelektual, emosi, dan spiritual, Empati dalam berkomunikasi, Rajin beribadah, Interaksi bermanfaat, serta Asah, Asih, Asuh dalam tumbuh kembang keluarga dan masyarakat.
“Ini semua demi membangun generasi muda yang baik kedepannya untuk bangsa ini dengan fisik serta mental yang sehat. Jadi mulai sekarang, ayo kalian generasi muda semua terapkan hidup sehat dengan prinsip CERDIK dan CERIA. Niscaya kalian akan sehat, baik fisik maupun mentalnya,” ajaknya seraya menanbahkan bahwa semua itu demi membangun generasi muda yang lebih baik ke depan untuk bangsa dengan tubuh dan mental yang kuat.
Atensi Serius Mahasiswa
Dalam sesi tanya jawab bersama dr. Ngabila, banyak mahasiswa dan dosen turut berpartisipasi. Syawa Fadilah, mahasiswa D4 Produksi Media, bertanya tentang langkah yang harus diambil jika gangguan mental sudah mencapai tahap self-harm. Dr. Ngabila menjelaskan,
“Sehat itu tidak hanya fisik, tetapi juga mental. Jika kesehatan mental ringan diabaikan, bisa menjadi berat dan membahayakan nyawa. Segera cari pertolongan sebelum kondisi semakin parah,” ujarnya.
Adapun pertanyaan yang berasal dari dosen Seni Pertunjukan IMDE yakni Suyadi yang menanyakan soal kebiasaan merokok di kalangan mahasiswa. Dr. Ngabila menjelaskan, semua jenis rokok, baik itu kretek, vape, atau lainnya, tetap berbahaya bagi diri sendiri dan orang sekitar.
“Aktivitas fisik seperti berjalan 20 menit per hari atau olahraga kardio dapat menjadi alternatif yang lebih sehat,” jawabnya.
Sebelumnya, Kepala Prodi D4 Produksi Media IMDE, Teguh Setiawan menyoroti tiga dosa besar yang sering terjadi di perguruan tinggi: perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual.
“Ketiga tindakan ini dapat terjadi di dunia perkuliahan, dan mahasiswa harus memahami cara pencegahannya.Sangat penting untuk mengetahui ke mana harus melapor jika terjadi kasus kekerasan,” ujarnya.
Teguh juga menekankan bahwa sesuai dengan (Permendikbudristek) No. 30 Tahun 2021, bahwa pembentukan Satuan Tugas Pencegahan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di setiap institusi pendidikan adalah suatu keharusan, maka di IMDE sendiri telah ada PPKS yang diketuai, salah satu dosen IMDE, Suradi.
Dosen IMDE, Suradi selaku Ketua PPKS IMDE berharap dengan adanya pematerian yang disampaikan oleh dr, Ngabila tersebut mampu meningkatkan kesadaran mahasiswa akan pentingnya menjaga kesehatan mental dan fisik, serta mendorong mereka untuk lebih proaktif dalam mencari bantuan saat mengalami masalah mental maupun kekerasan seksual.
Selain itu, ia berharap materi ini dapat membantu menciptakan lingkungan kampus yang lebih aman dan mencegah terjadinya kekerasan sejak dini, sehingga tercipta generasi muda yang lebih sehat dan berkualitas. (Ery)