Senjata “Mematikan” Putin

by
Sabpri Piliang. (Foto: Dok)

MUSIM semi di Pyongyang telah berlalu. Kala kakek pemimpin Korea Utara (Korut) saat ini (Kim Jong-un), Kim Il-sung meninggal dunia (1994). Semua ‘menjerit’, menangis, kehilangan sosok “The Great Leader”, pemimpin besar.

Sejatinya, apa yang berjalan saat ini di Korea Utara, adalah hasil binaan Uni Soviet (baca: Rusia). Kim Il-sung menjadi komunis adalah karena Uni Soviet (Rusia). Teori Karl Marx yang dipakai oleh Trio pendiri Soviet Union: Vladimir Lenin, Leon Trotsky, dan Joseph Stalin, menjadikan Kim Il-sung sebagai kader terbaiknya di Asia Timur.

Alkisah “Saudara Tua”, Jepang dengan penjajahannya di Semenanjung Korea, telah melahirkan sikap revolusioner dari Kim Il-sung. Bakat besar Kim Il-sung, dilihat oleh Uni Soviet. Saat berusia 18 tahun, dia dipanggil oleh kepemimpinan hasil Revolusi Bolshevik (Bolsewik) 1917, untuk “dibina” dalam Pelatihan militer dan prinsip-prinsip ‘dialektika’ komunis (1930). Jadilah Kim Il-sung komunis sejati.

Bakat besar sang Kakek, telah lama nampak di gestur (tubuh, mimik, gerak, cara berjalan) salah seorang cucunya, Kim Jong-un. Sebagai ‘journalist’ yang terus-menerus mengikuti perkembangan Kim Il-sung yang wafat Juni 1994. Saya sepakat.

Sepakat dari sejumlah cucu: Kim Jong-un, Kim Yo-jong, Kim Man-il, Kim Sol-song, Kim Jong-chul, Kim Jong-nam, Jang Kum-song, Kim Hya-kyung, Kim Jong-un telah lama diperhatikan, baik Ayahnya Kim Jong Il, bahkan oleh sang Kakek Kim Il-sung. Saat Kim Il-sung meninggal, Kim Jong-un masih berusia 10 tahun.

Kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Pyongyang beberapa hari lalu. Menimbulkan spekulasi mandalam. Histori lama, peran sentral Rusia (baca: Uni Soviet), yang menyediakan semua kebutuhan Korea Utara saat Perang Korea (1950-1953): pesawat tempur, peluru dan seluruh amunisi, bahkan pilot, punya korelasi dengan kebutuhan militer Rusia di Ukraina.

Generasi ke-3 Kim (baca: Kim Jong-un) ini, pasti tak akan lupa, bagaimana Rusia memberikan sokongan kepada Korea Utara, saat Perang Dingin masih berlangsung.
Adalah Pemimpin Uni Soviet Nikita Krushchev (pasca: Stalin), telah membuat kesepakatan tertulis bersama kakek Kim Jong-un, Kim Il-sung (1961), dengan isi: “Uni Soviet (Rusia) akan (berkomitmen) menyokong sepenuhnya Pyongyang (Korea Utara) bila mereka diserang oleh negara lain.

Kemesraan Pyongyang-Moskow, mengalami fluktuasi, ketika “Cold War” berakhir. Uni Soviet runtuh, menjadi belasan negara, termasuk Rusia. Rusia dan negara-negara CIS (pecahan Uni Soviet), sibuk mengurus diri masing-masing. Presiden Rusia Boris Yeltsin (menggantikan Mikhail Gorbachev/baca Uni Soviet), tak peduli lagi dengan Korea Utara. Kesepakatan yang dibuat Kim Il-sung-Nikita Khruschev pun, bubar.

Korea yang kehilangan pola “patron-client”, pun kehilangan “induk semang”. Korea Utara sempat goyah, dan bahkan terjadi kelaparan di awal 90-an (pasca Uni Soviet runtuh), perlahan bangkit. Vladimir Vladimirovich Putin, menyelamatkan Rusia, sekaligus menyelamatkan perekonomian Korea Utara.
Harga diri Rusia yang pupus, sejalan dengan kehancuran ekonomi, sebagai akibat program: ‘Glasnost’, ‘Perestroika’, dan ‘Democratia’-nya Presiden terakhir Uni Soviet Mikhail Gorbachev, ‘lamat-‘lamat’ diperbaharui Putin.

Berkuasa dan men-stabilkan Rusia, sejak 1999. Vladimir Putin menjadikan Rusia, dari negara yang hampir kehilangan kontrol atas kekayaan alam. Terutama ‘Minyak dan Gas Alam’, kembali menjadi kaya dan makmur.

Kim Jong-il, Ayah Pemimpin Korea Utara saat ini (Kim Jong-un), kembali mendapatkan ‘mata air’nya. Beberapa bulan setelah menjabat Presiden Rusia, Vladimir Putin bersama kadernya “Dimitry Medvedev”, mengunjungi Pyongyang (Ibukota Korut) dan bertemu dengan Kim Jong-il, tahun 2000.
Kesepakatan era Kim Il-sung dan pendahulu Putin, Nikita Khruschev yang dimentahkan pada era Boris Yeltsin, pun dihidupkan kembali. Perjanjian kerjasama militer yang diperluas dan saling membela, ditandatangani. Kim Jong-il (Ayah Kim Jong-un) membalas kunjungan Putin ke Rusia (2001 dan 2002).

Mendarat di Pyongyang, Selasa (18 Juli lalu), Putin tentu punya agenda penting dengan istana “Matahari Kumsusan”. Istana atau musoleum tempat bersemayamnya kakek dan Ayah Kim Jong-un. Tempat yang sangat dihormati ini, tentu dikunjungi oleh Putin. Namun, yang lebih penting, Vladimir Putin Pasti akan membahas pula dukungan Korea Utara kepada Rusia. Dari Perang yang melelahkan dengan Ukraina (dukungan Barat), sejak Pebruari 2022.

Vladimir Putin, tentu tidak takut menghadapi embargo dan sanksi Barat, atas berlarutnya Perang dengan Ukraina. Cadangan Gas alam sebesar 1.688 tcf (Triliun Kaki kubik)/cadangan terbesar di dunia, yang dikelola BUMN-nya Gazprom, adalah Senjata “mematikan”.

Mematikan, bagi siapa saja yang menghalagi Rusia, sekaligus yang mengganggu sekutu karibnya, Korea Utara. Embargo distribusi Gas ke Eropa, itulah yang akan “mematikan”.

*Sabpri Piliang* – (Wartawan Senior/Anggota Dewan Redaksi www.beritabuana.co
.