Anggota DPRD Edi Sitorus Tuding Disdik Jabar Tidak Becus Urus SMA di Depok

by
Anggota DPRD Kota Depok Edi Sitorus (foto: ist)

BERITABUANA.CO, DEPOK – Anggota DPRD Kota Depok dari Partai Demokrat, menuding Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat (Jabar) tidak becus mengurus SMAN di Depok.

Pasalnya, sejak PPDB 2024 berlangsung hingga kini, banyak anak-anak warga Kota Depok tidak bisa masuk SMA Negeri, sehingga hal itu baginya merugikan masyarakat Kota Depok.

Lantaran itu, ia meminta kepada Pemerintah Pusat, agar mengembalikan kewenangan pengelolaan SMAN ke Pemkot Depok.

Edi yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Kota Depok Itu, merasa geram melihat proses pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di kota Depok.

Ia mengemukakan, memang dalam hal ini perlu aturan, tapi secara struktural pemerintahan, pengelolaan SMAN itu di Jawa Barat.

Tapi, sergahnya, ini warga Depok yang dirugikan karena sekolah itu ada di Depok.

“Saya dukung proses itu, tapi persoalan saat ini adalah Rombongan Belajar (Rombel) malah dipersempit, dulu 12 Rombel sekarang menjadi berkurang,” tukasnya, melalui keterangan tertulis, Senin (15/7/2024).

Bicara kualitas, tambahnya, untuk saat ini sudah tidak bisa. Jangan anak bangsa yang ingin sekolah, menjadi korban.

“Yang bener itu, aturan diterapkan untuk menuju kualitas, apabila sarana dan prasarananya sudah dibikinkan oleh pemerintah,” tegas Edi.

Katanya, pemerintah buat aturan zona tapi tidak dipikirkan dampaknya, apakah sesuai dengan apa yang di harapkan.

“Artinya, ya di permudahlah untuk masyarakat, agar anak-anaknya dapat sekolah. Saya punya contoh dan fakta. Saat ini persoalannya, kepala dinas pendidikan Jawa Barat itu sombong,” cetusnya.

Ia merasa, Kadisdik Jabar mempersulit kebutuhan untuk pendidikan anak bangsa, tanpa melihat bukti dan fakta di lapangan.

Menurut Edi, siapa pun bisa membantu agar anak-anak dapat sekolah. Dewan punya kewajiban mendorong masyarakat untuk sekolah dan masyarakat, mengadu pasti ke anggota dewan sebagai wakilnya.

“Mereka meminta bantuan, kecuali kalau kita meminta uang kita salah Pak, ini gratis kok. Jadi tidak benar ya, kalau ada di duga anggota dewan meminta,” utasnya.

Anggota dewan, tambahnya, punya kerjaan mendesak pihak sekolah, untuk masyarakatnya agar bisa diterima bersekolah.

Selain itu, Edi mendesak Walikota Depok jangan diam. Pasalnya, yang menjadi duduk persoalannya adalah masyarakat Kota Depok.

“Kalaupun secara organisasinya kebijakan ada di Jawa Barat silahkan, tapi apakah aturan yang diterapkan itu sudah memenuhi standar untuk masyarakat Depok, agar anaknya bisa sekolah,” tanyanya.

Adanya pembahasan kuota sementara, urainya, lantaran mereka tidak melihat sekolah SMAN/SMKN di Kota Depok, masih sedikit, padahal kebutuhannya banyak. itu yang jadi persoalannya.

“Harapan kita adalah, pemerintah boleh bikin aturan tapi dihitung dulu, apakah aturan kebijakan itu sudah sesuai dengan standar yang dibutuhkan oleh masyarakat,” ulasnya.

Bagi Edi, Zonasi bagus apabila diberikan ruang, terus sekarang kalau banyak yang tidak bisa masuk, buat apa hal itu di terapkan.

“Kurangnya sekolah, karena sarana kita kurang dan buktinya pemerintah Jawa Barat, hanya membuat aturan tapi tidak efektif,” ceplosnya.

Ia mengutarakan, Disdik Jabar tidak pernah melihat kekurangan-kekurangan sekolah yang ada di wilayah.

“Mereka cek dong, turun sebagai pengambil kebijakan, cek turun ke lapangan, sharing dengan dinas-dinas yang ada di wilayah. apakah ada dampak zonasi atau tidak kepada masyarakat, efektif tidak,” paparnya.

Kalau tidak, unggahnya, kan harus dicari apa solusinya. Bukan malah bikin opini banyaknya titipan.

Lebih lanjut Edi menjelaskan, pemerintah harus mengecek ke lapangan berapa jumlah penduduk, berapa yang layak dibangun SMP, berapa yang layak SMAN.

Ia meminta Pemerintah menghitung ada berapa sekolah swasta dan berapa negeri. Mereka suruh menghitung, mereka dinas pendidikan Jawa Barat ada anggarannya.

Yang pastinya 20%, kata Edi, untuk pendidikan itupun kurang, lantaran biaya Pendidikan itu mahal.

“Cuma ya anggaran kita terbatas, dibatasi 20%. Saya minta kepada Dinas Provinsi Jawa Barat, kalau membuat aturan harus dibuat fungsi kelayakan dulu, apakah aturan itu bisa dipakai ketika kurang, jangan lagi bicara kualitas, bicara adalah harapan orang untuk sekolah itu yang penting,” celotehnya.

Ia merasa, Jawa Barat juga jangan terlalu gegabah membuat satu keputusan.

Apakah memang aturan yang diterapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah Jawa Barat, sudah sesuai tidak dengan harapan masyarakat.

“Gimana kita mau menuju generasi emas, jika orang mau sekolah saja masih susah. Banyak orang tuanya yang buruh serabutan, tukang ojek dan hidupnya pun pas-pasan, rumah ngontrak, apakah mereka sanggup masukkan anaknya di swasta,” ketusnya.

Edi menerangkan, untuk penambahan sekolah siapkan lahan di bantu pemerintah Jawa Barat. Tapi kalau melihat ini semua, pemerintah Jawa Barat tidak sanggup.

“Sebaiknya, di kembalikan lagilah. Kebijakan itu, jangan lagi di Provinsi. Provinsi tidak akan sanggup mengurus pendidikan, anggaran mereka sedikit. Kembalikan saja ke kota/ kabupaten lagi,” pungkas Edi. (Rki)