Menaker Sebutkan: Potensi Pelatihan di Perusahaan Indonesia Cukup Besar 

by
Menaker Ida Fauziyah narasumber tentang 'Reskilling untuk Mengembangkan Tenaga Kerja Masa Depan Menuju Indonesia Emas 2045' dalam Bussines Forum 2, Rapimnas KADIN. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan, Indonesia merupakan negara dengan tingkat pelatihan di perusahaan terendah kedua di dunia. Kurang dari delapan persen perusahaan menawarkan pelatihan formal di Indonesia, dibandingkan dengan rata-rata regional sebesar 35 persen di Asia Timur dan Pasifik.

“Kontribusi perusahaan sebanyak delapan persen itu masih ada kesenjangan, karena melihat potensi pelatihan di perusahaan di Indonesia cukup besar,” jelas Ida Fauziyah.

Ia saat menjadi narasumber tentang ‘Reskilling untuk Mengembangkan Tenaga Kerja Masa Depan Menuju Indonesia Emas 2045’ dalam Bussines Forum 2, Rapimnas KADIN 2023, di Jakarta, Kamis (7/12/2023) menyebutkan, berdasarkan data Wajib Lapor Ketenagakerjaan Online, ada sekitar 1.799 perusahaan, 32 ribu instruktur dengan potensi kapasitas latih setiap tahun 1,5 juta orang dapat dilatih di perusahaan per tahun.

Regulasi Kepmenakertrans No 261 Tahun 2004 juga mewajibkan perusahaan melaksanakan pelatihan kerja sekurang-kurangnya 5 persen sejumlah pekerja/buruh di perusahaan.

“Jadi potensi perusahaan untuk berkontribusi memberikan pelatihan kepada para pekerja masih tinggi, ” kata Ida Fauziyah.

Ida Fauziyah menambahkan hasil riset McKinsey 2019, akibat revolusi 4.0,  ada 23 juta jenis pekerjaan akan terdampak oleh otomatisasi dan sekitar 27-46  juta jenis pekerjaan baru berpeluang tercipta hingga 2030.

Hingga tahun 2030 nanti, akan ada 10 juta jenis pekerjaan baru, dengan skill baru akan muncul di Indonesia serta banyak hilangnya pekerjaan-pekerjaan tradisional. Transformasi ini juga mengubah pola hubungan di sektor ketenagakerjaan,  yakni fleksible working space and time serta tantangan literasi digital.

“Lapangan kerja tersedia sangat banyak, tapi kemampuan kita untuk memenuhinya sangat rendah. Di sinilah pentingnya, melakukan reskilling, upskilling, agar memiliki kompetensi teknis dan produktivitas lebih baik serta mampu mengikuti perubahan global,” katanya. (Ful)