Sejalan yang Diyakinannya, Prabowo Puji Buku ‘Manifesto Kesejahteraan’ Karya Fahri Hamzah

by
Capres Prabowo Subianto berdiskusi dengan Waketum Gelora Fahri Hamzah. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Calon presiden (capres) yang didukung Koalisi Indonesia atau KIM, Prabowo Subianto mengatakan bahwa permasalahan mendasar bangsa Indonesia, sebagaimana sering dia kemukakan dalam berbagai diskusi dan perjalanan politiknya selama ini, adalah ketimpangan ekonomi yang mengancam pada konflik sosial dan disintegrasi bangsa. Indonesia yang kaya sumber daya alam dan potensi sumber daya manusia seharusnya tidak hidup dalam ketimpangan dan kemiskinan.

“Namun, kondisi tersebut tampaknya mash menjadi pemandangan umum di sekitar kita. Saya menyebut kondisi tersebut sebagai ‘Paradoks Indonesia’,” kata Prabowo
saat memberi kata pengantar buku Manifesto Kesejahteraan, Platform Ekonomi Politik Menuju Indonesia Superpower Baru kaya Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah yang dilaunching pada Jumat malam (10/11/2023).

Ditakakan Prabowo bahwa setiap anak bangsa, khususnya generasi muda dan penerus, seharusnya memiliki kesadaran tentang akar permasalahan ini dan secara bersama-sama memiliki pandangan ke depan untuk menyelesaikannya. Karena mustahil, cita-cita Indonesia menjadi negara besar dan kuat akan terwajud, jika permasalahan mendasar ini belum terselesaikan.

Menurut Menteri Pertahanan (Menhan) tersebut, kemajuan ekonomi dan kesejahteraan bangsa di masa depan adalah milik seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya milik golongan atau kelompok tertentu saja. Indonesia hanya akan bisa bangkit dan kuar ilka dibangun atas dasar keadilan ekonomi dan pemerataan pembangunan.

“Saya kira buku ‘Manifesto Kesejahteraan’ yang dirilis saudara Fahri Hamzah ini memiliki nafas yang sama dengan apa yang telah menjadi keyakinan saya sejak dulu,” sebut Prabowo lagi.

Dengan pendekatan ekonomi politik yang multidimensi, masih menurut Prabowo, buku ini (Trilogi Kesejahteraan) memberikan banyak uraian teoritis dan historis terhadap akar-akar ketimpangan ekonomi. Tidak berhenti sampai disitu, buku ini juga menawarkan gagasan-gagasan dan langkah-langkah taktis (Manifesto) menuju Indonesia yang lebih sejahtera di masa datang.

“Memang betul sekali bahwa permasalahan bangsa tidak bisa hanya diselesaikan dengan satu pendekatan atau gagasan saja. Karena masalah ekonomi tidak lepas dari masalah politik dan hukum. Dan sebaliknya, masalah politik dan hukum tidak bisa dilepaskan dari permasalahan ekonomi. Seperti uraian dalam buku ini, demokratisasi politik dan reformasi hukum menjadi agenda yang harus dintegrasikan dalam agenda pembangunan kesejahteraan secara keseluruhan,” katanya.

Terakhir, Prabowo berharap dengan buku yang ditulis Fahri Hamzah sejak menjabat Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kormesra), Dari 2014-2019 ini, ia berharap semakin banyak lagi anak-anak bangsa yang semakin sadar dengan kondisi bangsa dan bangkit bersama untuk membangun Indonesia masa depan yang lebih kuat dan sejahtera.

“Bung Fahri Hamzah saya kenal sejak menjadi mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, sebuah fakultas yang didirikan oleh ekonom Prof. DR. Soemitro Djojohadikoesumo yang adalah ayah saya sendiri. Terima kasih Bung Fahri Hamzah telah menuangkan gagasan-gagasan ini dalam bentuk buku. Dan kepada anak bangsa, saya mengucapkan selamat membaca,’ tutup Prabowo Subianto.

Masa Depan Indonesia

Sebelumnya, Ketua Umum DPN Partai Gelora mengatakan bahwa masa depan Indonesia ditentukan oleh kemajuan pendidikan, sementara wajib belajar pendidikan Indonesiia masih antara 6-9tahun, harusnya dinaikkan menjadi 12 tahun.

“Saya ingin berpesan kepada Pak Burhanuddin selaku Ketua Dewan Pakar, karena Pak Prabowo ini konsen dengan isu pendidikan. Jadi kalau misalnya kita membuat momen of lucky anak Indonesia sampai dia berumur 18 tahun, maka negara sudah mulai harus menyentuh sejak dalam bentuan ibu hamil, kemudian 1.000 pertama dan kemudian sekolah gratis hingga kuliah,” kata dia.

Demi kemajuan SDM Indonesia, negara harus mulai melakukan bantuan pendidikan hingga gizi sampai umur 20-22 tahun.

“Jadi paling tidak sampai umur 20 tahun harus ada sentuhan negara yang kuat. Jadi wajib pendidikan itu yang diurus negara sampai umur 23 tahun, selesai dia kuliah. Insya Allah akan muncul generasi Indonesia yang lebih lebih kuat,” tambahnya lagi.

Anis menilai, banyak generasi yang pintar di Indonesia tercipta dari pembelajaran otodidak, bukan dari pendidikan. Sehingga jika ingin menciptakan generasi yang kuat, maka negara harus membuat kebijakan wajib pendidikan itu, sampai kuliah.

“Kalau saya sama Pak Fahri pembelanjaran otodidak, tetapi saya katakan kalau kita ingin menciptakan generasi yang kuat, maka wajib pendidikan itu harusnya sampai kuliah, karena pada akhirnya akan menjadi tulang punggung bangsa. Jadi ketika dia keluar dari perguruan tinggi, negara boleh menuntut orang ini untuk berkontribusi,” pungkasnya.

Sedang Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Buthanudin Abdullah sependapat dengan Ketum Anis Matta, bahwa pendidikan Indonesia seharus mengenai sistem wajib belajar 12 tahun saja. Dimana peserta didik cukup mendapatkan ijazah SMA saja, tidak perlu ada ijazah SD atau SMP, cukup diberikan sertifikat.

“Kita memang harus membangun infrastruktur pendidikan dan sosial dengan wajib belajar 12 tahun, ijazah cukup diberikan untuk SMA saja. Nah, ijazahnya digunakan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi, kalau SD dan SMP cukup diberikan sertifikat saja,” kata dia.

Eks Gubernur BI itu menegaskan, pendidikan menjadi fokus calon presiden (capres) Prabowo Subianto, karena lulus pendidikan yang akan menyerap tenaga kerja dan menggairahkan kegiatan masyarakat.

“Nanti ujung-ujungnya adalah mensejahterahkan masyarakat dengan pertumbuhan yang lebih baik. Jadi kita harus mengubah haluan, apa yang kita alami sekarang adalah sebuah kecelakaan. Pemerintah juga harus turun tangan untuk menyelamatkan pasar agar kemiskinan tidak merajalela di mana-mana,” pungkasnya. (Ery)