Menanti Kejutan di Pendaftaran Bakal Paslon Presiden dan Wapres untuk Pilpres 2024

by
Logo Pilpres 2024. (Foto: Ilustrasi)
Zidan Adam. (Foto: Ist)

Oleh: Zidan Adam*

SITUASI politik saat ini masih dinamis dan bisa menciptakan kejutan-kejutan baru hingga 19 Oktober 2023, terutama pada saat pendaftaran pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden (wapres) dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Kejutan-kejutan tersebut, bisa mengubah peta politik atau landscap mengenai keberadaan tiga calon presiden (capres) yang mengemuka saat ini, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan, menjadi dua atau empat capres, serta bermunculannya figur-figur baru.

Tetapi sebenarnya, sebagaimana pernah disampaikan Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah, kita perlu bersyukur sebenarnya dengan adanya tripolar (tiga capres) akan menciptakan kelompok-kelompok yang lebih rasional. Tidak seperti dulu, terlalu berhadap-hadapan antara ekstrem kanan dan ekstrem kiri. “Tetapi, situasinya masih dinamis, masih akan ada kejutan-kejutan baru,” kata Fahri dalam keterangannya di Jakarta.

Kendati demikian, masyarakat diharap bisa belajar dalam mengelola situasi politik sekarang agar tidak berujung pada konflik yang terjadi di masyarakat seperti pada pemilihan presiden sebelumnya. Sebab, sikap irasionalitas dapat membuat masyarakat kurang berpikir soal-soal yang ideal bagi bangsa ke depan, karena terlalu mengutamakan sentimen yang sebenarnya bisa dibahas dan diskusikan.

Dan apa pun hasilnya nanti, masyarakat kita harus lebih moderat dan lebih proporsional. Sehingga pemilu legislatif dan pemilihan presiden yang berlangsung pada hari yang sama ini akan berjalan dengan sangat baik dan tidak ada potensi yang membahayakan kita. Disamping itu, semua pihak harus berpikir untuk mengedepankan kepentingan nasional, sehingga pemilu tetap damai dan aman, serta tidak ada pembelahan di masyarakat.

Bahkan, kemungkinan Pilpres 2024 yang hanya diikuti dua bakal paslon presiden wakil presiden, kata Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) Puan Maharani beberapa waktu lalu, tidak menutup peluang untuk memasangkan bacapres yang diusung, yakni Ganjar Pranowo, dengan Prabowo Subianto, kandidat yang didukung Koalisi Indonesia Maju. Pasalnya, hingga satu bulan jelang pendaftaran capres dan cawapres, dua poros koalisi pendukung Ganjar dan Prabowo pun belum juga menentukan pendamping bakal capresnya masing-masing.

Apalagi, partai berlambang Kepala Banteng tersebur terus berkomunikasi dengan partai politik (parpol) lain, tidak terkecuali dengan Koalisi Indonesia Maju atau KIM yang terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gelora, dan Partai Garuda, untuk bekerja sama dalam menghadapi Pilpres 2024 sekalipun saat ini kedua pihak ada di poros berbeda.

Segala kemungkinan masih bisa terjadi. Apalagi, tahap pencalonan presiden dan wakil presiden masih sekitar satu bulan lagi, yakni pada 19 Oktober-25 November mendatang. Dalam rentang waktu tersebut, semua parpol memiliki kalkulasi masing-masing mengenai sosok bakal cawapres yang bisa saja mengubah situasi saat ini, demikian Puan yang juga menjabat Ketua DPR RI Itu.

Motif Ekonomi

Sedang pengamat politik Igor Dirgantara malah menduga ada motif ekonomi dibalik mencuatnya kembali isu pilpres hanya diikuti dua paslon, terkait dengan pembiayaan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan beberapa program pemerintahan Presiden Joko Widodo lainnya. Sebab adanya keinginan agar anggaran pemilu bisa lebih dihemat untuk keperluan lain yang penting, seperti IKN, stunting, hilirisasi, dan lain-lain. Apalagi yang menyampaikan parpol penguasa, yaitu PDI Perjuangan.

Menurutnya, sekalipun tetap ada upaya merealisasi skema dua Paslon terwujud pada Pilpres 2024, sebaiknya yang bertarung adalah kubu yang tidak seluruhnya pendukung rezim saat ini. Jika dua Paslon yang memang nanti disepakati, maka itu sebaiknya adalah pertarungan dari kubu atau koalisi yang mengusung ‘perubahan’ vis a vis koalisi ‘keberlanjutan’, bukan antara koalisi keberlanjutan melawan koalisi keberlanjutan pemerintahan juga. Karena hal ini sangat menentukan bagaimana sesungguhnya keinginan rakyat Indonesia ke depan. *

* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Politik Universitas Pancasila (FIKOM-UP), Semester 7.