Fahri Hamzah: Partai Gelora akan Lanjutkan Hasil Kerja Tim Reformasi dan Implementasi Parlemen Modern, Jika Lolos ke Senayan

by
Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2018 yang juga Ketua Tim Implementasi Reformasi DPR Fahri Hamzah, saat menjadi nasumber dalam Diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk 'DPR Mengawal Demokrasi Menuju Indonesia Maju' di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/8/2023). (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyatakan jika partainya masuk di Parlemen, akan melanjutkan hasil kerja Tim Reformasi dan Implementasi Parlemen Modern yang terhenti di era sekarang. Apalagi ketika dirinya dipercaya sebagai ketua tim, tepatnya pada Rapat Paripurna tanggal 27 Agustus 2019 silam, telah menyerahkan sebanyak 6 (enam) dokumen hasil kerja timnya.

“Ada dua buku kepada Anggota Dewan waktu itu. Buku pertama tentang Refomasi Parlemen dan buku kedua berisi 6 paket undang-undang yang kami usulkan sebagai hasil kerja Tim Reformasi dan Implementasi Parlemen Modern waktu itu, tetapi sayang di masa Bu Puan ini, tidak diteruskan,” kata Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 dalam keterangannya, Senin (28/8/2023).

Menurut Fahri, hasil kerja Tim Reformasi dan Implementasi Parlemen Modern pada 2019 itu harusnya diteruskan karena telah melalui serangkain panjang diskusi dengan para pakar, arsitek tua dan designer dari yang membangun kompleks parlemen.

“Jadi dari 6 paket undang-undang itu, tim mengusulkan agar empat lembaga dipecah empat tidak digabung dalam satu Undang-Undang seperti sekarang, itu terlau besar. Harusnya ada UU DPR RI, MPR RI, DPD RI dan DPRD sendiri-sendiri,” katanya.

Empat UU Kelembagaan itu, kata Fahri, kemudian ditambah dua Undang-Undang sistem pendukung Parlemen Modern. Pertama  UU Sistem Pendukung Lembaga Perwakilan.

“Dan yang kedua itu, Undang-Undang Etika Lembaga Perwakilan yang menjadi dasar nanti peradilan etik di lembaga ini. Sebab, di Indonesia lambat laun akan muncul peradilan etik, karena terlalu banyak dan tidak efektif diselesaikan melalui peradilan hukum, cukup peradilan etik,” jelasnya.

Contoh misalnya, ketika memecat atau menegur Anggota Dewan yang diketahui melakukan pelanggaran, cukup diselesaikan di peradilan etik yang dibentuk oleh lembaga perwakilan, tidak perlu diselesaikan melalui peradilan hukum.

“Saya pernah diskusi panjang dengan pak Indra (Indra Iskandar, Sekretaris Jenderal DPR RI). Ini kan kita merdeka sebenarnya tanpa visi misi, kita nggak sadar kalau nggak ada gedung yang kita desain khusus untuk lembaga negara. Gedung Istana Merdeka itu, gedungnya Direktur VOC. Dan gedung kita ini bukan Gedung Parlemen, tetapi Gedung Conefo,” bebernya.

Karena itu, calon anggota legislatif (Caleg) Partai Gelora Indonesia untuk Dapil Nusa Tenggara Barat I pun mengatakan bahwa dalam 100 tahun Kemerdekaan RI pada 2045 sesuai dengan Visi Indonesia Emas 2045, maka harus dilakukan dua penataan sekaligus agar Parlemen Modern tersebut bisa terwujud.

Pertama, penataan sistem dan aturan-aturannya itu perangkat-perangkatnya, termasuk nanti tentang Pemilu. Kedua, penataan kelembagaannya, termasuk kelembagaan secara fisiknya.

“Untuk itu, kami meminta doa seluruh masyarakat Indonesia agar Partai Gelora lolos ambang batas Parlemen (parliamentary treshold) 4 persen menimal mendapatkan 24 kursi DPR RI, sehingga dapat secara efektif mendorong hasil kerja Tim Reformasi dan Implementasi Parlemen Modern teralisasi,” demikian Fahri Hamzah. (Ery)