MK Bolehkan Sekolah Jadi Tempat Kampanye Pemilu 2024, Ketum ASJB, RA Jeni Suryanti: Bisa Memecah Belah Siswa Juga Guru

by
Ketum ASJB RA Jeni Suryanti. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Perkumpulan Alumni SMA Jakarta Bersatu (ASJB) mengaku tidak sependapat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus). Alasannya, karena kampanye dilingkungan sekolah bisa memecah belah antar siswa, juga guru atau peserta didik.

Demikian ditegaskan Ketua Umum Perkumpulan ASJB RA Jeni Suryanti melalui keterangan pers tertulisnya, Rabu (23/8/2023), menyikapi Kutusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023, memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus), sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.

Jeni Janis demikian dirinya biasa disapa, mengkhawatirkan penggunaan fasilitas pendidikan untuk kampanye pemilu ini akan membahayakan kepentingan siswa, guru, dan orangtua. Hal ini akan menjadi beban baru bagi siswa, guru, dan orangtua dalam praktik pembelajaran di sekolah.

“Kegiatan sekolah akan bertambah seperti sosialisasi pemilu atau sosialisasi kandidat dan pastinya akan menjadi beban psikologi bagi anak termasuk guru. Bahkan bukan tidak mungkin, guru/sekolah bisa menggiring siswa ke arah pilihan politik tertentu,” sebutnya.

Dijelaskannya kalau selama ini lingkungan pendidikan, dan fasilitas pemerintah adalah ruang netral dari kepentingan kepentingan publik. Sehingga untuk fasilitas pendidikan dan fasilitas pemerintah dilarang untuk jadikan tempat kampanye saat pemilu.

“Yang sudah-sudah kan untuk sarana kampanye kan digunakan fasilitas umum seperti GOR atau gelanggang olah raga. Kenapa harus lingkungan sekolah?” ujarnya seraya menyarankan mengapa pemilihan tidak diadakan secara online.

Menurut Jeni Janis, pendidikan politik untuk siswa sah-sah saja supaya mereka tahu dan paham hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Termasuk pendidikan bagaimana negara dijalankan, dengan adanya fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif.

“Siswa yang awam kan juga perlu mengetahui bagaimana dengan pengadaan logistik untuk pemilu. Pemilu 2024 nanti memilih apa? Siapa yg boleh ikut memilih, dan apa manfaatnya bagi para pemilih ikut pemilu?” demikian Ketum Perkumpulan ASJB RA Jeni Suryanti.

Diketahui sebelumnya Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023, memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus), sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.

Keputusan yang dibacakan, pada Selasa lalu (15/8/2023) tersebut, bermula dari permohonan uji materi diajukan dua Warga Negara Indonesia Handrey Mantiri dan Ong Yenni. Sebab, mereka menilai inkonsistensi norma terkait larangan kampanye dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Yaitu, pada Pasal 280 ayat 1 huruf h melarang kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah. Sedangkan, dalam bagian penjelasan beleid itu terdapat kelonggaran terkait larangan tersebut.

“Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu. Atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan,” bunyi amar putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023.

MK dalam amar putusannya menyatakan, bagian Penjelasan itu tidak berkekuatan hukum mengikat karena menciptakan ambiguitas. Namun, MK memasukkan bunyi bagian Penjelasan itu ke dalam norma pokok Pasal 280 ayat 1 huruf h, kecuali frasa ‘tempat ibadah’. Sehingga, Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, ‘(peserta pemilu dilarang) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

“Kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu’,” demikian bunyi putusan MK itu. (Ery)