Carut Marut Proses PPDB, Puan Minta Kemendikbudristek Lakukan Sarana dan Prasarana Fasilitas Pendidikan

by
Sistem zonasi PPDB di INdonesia. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Kabar carut marut proses pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 di sejumlah wilayah Indonesia yang diwarnai adanya indikasi kecurangan demi diterima di sekolah favorit melalui zonasi PPDB, menjadi perhatian serius DPR RI. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan, Kebidayaan, Riset dan Teknologi atau Kemendikbudristek untuk melakukan pemerataan sarana dan prasarana fasilitas pendidikan guna mengurangi potensi kecurangan di sistem zonasi.

“Carut marutnya proses PPDB 2023 itu menyusul ditemukannya manipulasi data kependudukan untuk memanfaatkan jalur afirmasi. Jika dilihat dari satu sisi, kejadian manipulasi data kependudukan ini terjadi akibat jumlah sekolah tidak berbanding lurus dengan jumlah calon peserta didik,” kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/7/2023).

Lebih lanjut, Puan Maharani meminta Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) untuk mengevaluasi sistem zonasi. Sementara terkait jalur afirmasi, politisi PDI Perjuangan ini meminta Kemendikbud untuk melakukan pengawasan ketat.

“Kita miris sekali dengan ditemukannya banyak manipulasi data kependudukan demi anaknya bisa diterima di sekolah pilihannya. Apalagi sampai ada anak dari keluarga berada membuat surat keterangan tidak mampu untuk mencurangi sistem penerimaan peserta didik,” papar Puan.

Perempuan yang pertama kali menjabat Ketua DPR RI itu menilai ada yang salah dengan sistem PPDB saat ini, pasalnya ada berbagai persoalan yang ditemukan.
Puan menegaskan mestinya harus ada evaluasi menyeluruh untuk mengantisipasi tindakan-tindakan curang, termasuk merajalelanya pungli-pungli di lingkungan pendidikan.

“Sistem zonasi dalam PPDB sebetulnya bertujuan baik untuk mengatasi ketimpangan, terutama kastanisasi/pengkategorian sekolah unggulan di dunia pendidikan. Di mana sekolah unggulan biasanya berisikan siswa-siswa berprestasi sedangkan sekolah non-unggulan lebih banyak diisi siswa yang memiliki kemampuan rata-rata,” terangnya.

Terkait kendala yang terjadi mengenai sistem zonasi itu adalah kurangnya kuota penerimaan siswa karena sekolah negeri di tiap kecamatan tidak sebanding dengan jumlah peminat. Alhasil, banyak orang tua yang ‘menghalalkan’ segala cara supaya anaknya bisa masuk ke sekolah negeri. Baik dengan pungli, mencurangi sistem, dan melakukan manipulasi.

Sebagaimana diketahui, jumlah sekolah negeri di bawah Kemendikbudristek pada 2022 untuk jenjang SD sebanyak 130.042 unit dan sekolah swasta sebanyak 18.933 unit, sedangkan untuk jenjang SMP, jumlah SMP negeri ada 23.864 unit dan SMP swasta sebanyak 18.122 unit.

Adapun jumlah SMK negeri sebanyak 3.692 unit dan SMK swasta sebanyak 10.573 unit, sedangkan SMA negeri berdasarkan data Statistik Pendidikan Indonesia (2020) sebanyak 6.878 unit, dan swasta sebanyak 7.061 unit.

Lebih lanjut Puan menjelaskan dengan kekurangan jumlah sekolah dan masih adanya pandangan orang tua tentang sekolah favorit menjadi pintu masuk kecurangan manipulasi data kependudukan.

“Ketidakseimbangan antara jumlah siswa yang lulus dan kapasitas sekolah negeri yang tersedia membuat kekisruhan selalu terjadi setiap PPDB,” tegasnya.

Sebagai solusinya, Puan menekankan pentingnya kolaborasi antara Pemerintah pusat dan daerah dalam mengatasi masalah tersebut.

“Bagaimana peran pemerintah pusat dan Pemda mengatasi persoalan ini dengan mengupayakan adanya evaluasi agar tidak terjadi manipulasi data akibat sistem zonasi.

Serta perlunya penambahan kapasitas sekolah negeri di berbagai wilayah di Indonesia,” jelas Puan seraya melanjutkan bahwa pendidikan anak merupakan salah satu prioritas utama Pemerintah dalam upaya menciptakan generasi yang cerdas dan berdaya saing.

Oleh karena itu, tambah manta Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) itu, dalam melaksanakan amanat undang-undang Pemerintah/Kemendikbud harus berperan aktif dalam memenuhi hak pendidikan bagi anak-anak di seluruh negeri.

“Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan pendidikan yang layak, terjangkau, dan berkualitas bagi semua anak, sehingga generasi penerus memiliki latar belakang pendidikan yang kuat demi membangun bangsa dan negara,” tegas Puan Maharani. (Ery)