Kemesraan Elit dan Utak-atik Pilpres Harus Dalam Koridor Sehat Berdemokrasi

by
Diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema ”Kemesraan Elite dan Otak-atik Pilpres 2024” yang akan diselenggarakan Media Center MPR/DPR/DPD RI, Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/7/2023). Hadir sebagai narasumber Anggota DPR RI Fraksi PKB, Syaiful Huda bersama Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Andre Rosiade, Anggota DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus, Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfudz Siddiq dan Pengamat Politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin. (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Upaya membangun koalisi yang dibungkus kemesraan antar elit partai politik saat ini diharapkan tidak mengorbankan hakikat dari tujuan diselenggarakannya pemilu sebagai sebuah pesta demokrasi.

Oleh karena itu, utak atik mengkalkulasi potensi kemenangan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan diusung tidak boleh ke luar dari tujuan berdemokrasi, yaitu menciptakan demokrasi yang sehat.

“Semua elit boleh mesra tapi kemesraannya tidak boleh mengorbankan kesehatan demokrasi Pemilu 2024. Supaya kesehatan demokrasi tidak ternodai, menurut saya ada beberapa koridor kemesraan dan otak-atik ini harus ditempatkan sesuai koridornya,” ujar Anggota DPR RI Syaiful Huda dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Kemesraan Elit dan Otak-atik Pilpres 2024’ di Media Center Parlemen, Gedng MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (6/7/2023).

Syaiful yang juga fungsionaris Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) mengatakan koridor berdemokrasi sehat itu antara lain sebanyak-banyaknya mendorong calon yang akan menjadi pilihan rakyat. Sehingga dengan banyak disuguhi lebih banyak pilihan calon akan terjadi persaingan sehat dan kompetitif antar pasangan capres/cawapres.

“Salah satu menjaga moderasi politik kita ke depan adalah minimal tiga pasangan,” tegas Syaiful.

Keinginan itu, menurut Syaiful sudah terpatri di internal PKB sekitar 11 bulan lalu, ketika PKB menginisiasi koalisi dengan Partai Gerindra. Karena PKB sadar tidak mampu maju sendirian tanpa berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi ketentuan UU yang mensyaratkan pengadjuan pasangan capres/cawapres minimal didukung 20% suara sah oleh parpol atau gabungan partai.

“Kami belum pernah koalisi dengan Gerindra dan Gerindra juga belum pernah koalisi dengan PKB,” ungkapnya.

Hal lain juga berkaitan dengan moderasi politik. Yaitu keinginan politik di level bawah harus dapat direfleksikan oleh cara pandang elit partai. “Sehingga harus ditanggung bersama-sama karena Indonesia memang multikultural politiknya,” ujarnya.

Syaiful menambahkan sesuatu yang sifatnya substantif bagi masa depan kesehatan demokrasi untuk Pemilu Serentak 2024 adalah juga mengenai tahapan pemilu yang sudah dirancang KPU selaku penyelenggara pemilu.

“Saat ini sudah berjalan penetapan DPT (daftar pemilih tetap), pertanyaannya apakah bermasalah atau tidak? Karena ada kenaikan yang cukup signifikan hampir mencapai 2,7 juta jumlah pemilih. Apakah masih ada lubang penetapan hak pilih yang belum terakomodasi dan seterusnya?” imbuh Syaiful.

Senada dengan Syaiful, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus menekankan pentingnya memunculkan banyak calon baik untuk capres dan cawapres. Sehingga memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk menentukan pilihan.

“Tren hari ini saya lihat sangat luar biasa bahwa calon-calon itu sudah muncul jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan. Ini bagian yang perlu juga kita pelihara, kita jaga dan bagaimana media mampu untuk membangun demokrasi ke arah yang lebih baik,” katanya.

Pada kesempatan sama,

-Kemesraan Elit dan Utak-atik Pilpres Harus Dalam Koridor Sehat Berdemokrasi

-Kemesraan Elit dan Utak-atik Pilpres Perlu Didorong Tampilnya Banyak Capres dan Cawapres

JAKARTA- Upaya membangun koalisi yang dibungkus kemesraan antar elit partai politik saat ini diharapkan tidak mengorbankan hakikat dari tujuan diselenggarakannya pemilu sebagai sebuah pesta demokrasi.

Oleh karena itu, utak atik mengkalkulasi potensi kemenangan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan diusung tidak boleh ke luar dari tujuan berdemokrasi, yaitu menciptakan demokrasi yang sehat.

“Semua elit boleh mesra tapi kemesraannya tidak boleh mengorbankan kesehatan demokrasi Pemilu 2024. Supaya kesehatan demokrasi tidak ternodai, menurut saya ada beberapa koridor kemesraan dan otak-atik ini harus ditempatkan sesuai koridornya,” ujar Anggota DPR RI Syaiful Huda dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Kemesraan Elit dan Otak-atik Pilpres 2024’ di Media Center Parlemen, Gedng MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (6/7/2023).

Syaiful yang juga fungsionaris Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) mengatakan koridor berdemokrasi sehat itu antara lain sebanyak-banyaknya mendorong calon yang akan menjadi pilihan rakyat. Sehingga dengan banyak disuguhi lebih banyak pilihan calon akan terjadi persaingan sehat dan kompetitif antar pasangan capres/cawapres.

“Salah satu menjaga moderasi politik kita ke depan adalah minimal tiga pasangan,” tegas Syaiful.

Keinginan itu, menuyrut Syaiful sudah terpatri di internal PKB sekitar 11 bulan lalu, ketika PKB menginisiasi koalisi dengan Partai Gerindra. Karena PKB sadar tidak mampu maju sendirian tanpa berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi ketentuan UU yang mensyaratkan pengadjuan pasangan capres/cawapres minimal didukung 20% suara sah oleh parpol atau gabungan partai.

“Kami belum pernah koalisi dengan Gerindra dan Gerindra juga belum pernah koalisi dengan PKB,” ungkapnya.

Hal lain juga berkaitan dengan moderasi politik. Yaitu keinginan politik di level bawah harus dapat direfleksikan oleh cara pandang elit partai. “Sehingga harus ditanggung bersama-sama karena Indonesia memang multikultural politiknya,” ujarnya.

Syaiful menambahkan sesuatu yang sifatnya substantif bagi masa depan kesehatan demokrasi untuk Pemilu Serentak 2024 adalah juga mengenai tahapan pemilu yang sudah dirancang KPU selaku penyelenggara pemilu.

“Saat ini sudah berjalan penetapan DPT (daftar pemilih tetap), pertanyaannya apakah bermasalah atau tidak? Karena ada kenaikan yang cukup signifikan hampir mencapai 2,7 juta jumlah pemilih. Apakah masih ada lubang penetapan hak pilih yang belum terakomodasi dan seterusnya?” tegas Syaiful.

Senada Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus menekankan pentingnya memunculkan banyak calon baik untuk capres dan cawapres. Sehingga memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk menentukan pilihan.

“Tren hari ini saya lihat sangat luar biasa bahwa calon-calon itu sudah muncul jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan. Ini bagian yang perlu juga kita pelihara, kita jaga dan bagaimana media mampu untuk membangun demokrasi ke arah yang lebih baik,” katanya.

Ditempat yang sama, Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Andre Rosiade mengatakan komunikasi politik merupakan bagian dari proses membangun kesamaan dan pemahaman antar elit partai. Seperti komunikasi politik yang dilakukan elit Partai Gerindra dengan PKB.

“Dalam rangka memperluas koalisi Pak Prabowo dan Muhaimin sepakat bahwa Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya ini harus diperluas. Kita harus bisa menambah dukungan dari partai-partai yang lain,” kata Andre.

Sementara Pengamat Politik Ujang Komaruddin mengamini pendapat yang mendorong perlunya didorong tampilnya banyak capres dan cawapres.

“Nah dalam konteks itu bahkan membangun konstruksi poros keempat. Oke kita dorong. Kita bangun tapi apakah bisa bersaing tentu harus dengan angka elektabilitas yang kuat,” tegas Ujang. (Kds)

 

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.