Eks Menkes Era Presiden SBY Nilai RUU Kesehatan yang Akan Disahkan DPR RI, Bukan Liberalisasi Kesehatan

by
Mantan Menkes era SBY, Siti Fadilah Supari. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan yang akan disahkan DPR RI pada pekan depan, dinilai bukan sebagai bentuk liberalisasi kesehatan, malahan bertujuan sebaliknya.

Penilaian ini disampaikan bekas Menteri Kesehatan (Menkes) RI era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di 2004-2009, Dr.dr. Siti Fadilah Supari saat menjadi narasumber diskusi Gelora Talk bertajuk ‘Pro-Kontra RUU Kesehatan, Bagaimana Memahaminya?’, Rabu (5/7/2023) sore.

“Sama sekali tidak berbau liberal atau pasar bebas, justru akan mengembalikan peran pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Dasar. Masak kewenangan Menteri Kesehatan yang ditunjuk negara dikalahkan UU Praktek Kedokteran. IDI itu yang liberal, neolib,” sebutnya.

Siti Fadilah mengaku paling lantang menolak upaya liberalisasi kesehatan saat menjadi Menkes di era Presiden SBY, diantaranya menolak keberadaan BPJS Kesehatan, karena tidak Pancasilias menyengsarakan rakyat dan mengusulkan program Jamkesmas.

“Tapi IDI malah waktu itu minta ke Pak SBY agar saya diganti. IDI protes kepada Pak SBY agar memecat saya. Sekarang kebalik-balik toh, justru UU Praktek Kedokteran sangat berperan di dalam Sistem Kesehatan Nasional itu yang justru liberal. Ini yang menjauhkan tangan pemerintah untuk mengatur rakyatnya sendiri,” katanya.

Menkes 2004-2009 ini mengaku mendukung RUU Kesehatan yang baru, karena akan mengembalikan peran pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

“Makanya saya terus kasih masukkan, saya terus WhatsApp Ketua Panja-nya, Pak Melkiades Laka Lena, karena akan banyak membonceng, ada kekuatan yang tidak akan pernah bisa diredah,” ungkapnya lagi.

Siti Fadilah juga mengungkapkan, perubahan pelayanan sistem kesehatan nasional terjadi akibat amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh mantan Ketua MPR Amien Rais, mengalami perubahan hingga empat kali, dan terakhir pada 2002.

“Akibatnya, negara tidak boleh mengurus rakyatnya sendiri, harus ada lembaga khusus yang minta bayaran, padahal rakyat bayar pajak. Ini kenapa BPJS terus dibelain, harusnya semua yang masuk rumah sakit tidak boleh ditolak, mau bayar atau tidak,” pungkasnya. (Ery)