Saatnya Para Pemimpin Kedepankan Kekuatan Narasi, Bukan Kekuatan Otot

by
Gelora Talk 'Menyongsong Pilpres 2024: Pelajaran dari Pemilu Turki’, Rabu (24/5/2023). (Foto: GMC)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pengajar Fisip Universitas Indonesia (UI) Syahrul Hidayat mengatakan, sudah saatnya para pemimpin di Indonesia mulai mengedepankan narasi dan dialog dalam merebut hati rakyat. Pemimpin harus menawarkan solusi dari persoalan yang ada di masyarakat.

“kekuatan narasi harus mulai ditekankan daripada kekuatan otot,” harap Syahrul dalam Gelora Talk ‘Menyongsong Pilpres 2024: Pelajaran dari Pemilu Turki’, Rabu (24/5/2023).

Erdogan ini, kata Doktor lulusan University Of Exeter, United Kingdom ini, tidak pernah menjanjikan sesuatu, sehingga ketika terjadi inflasi dan pasca gempa bumi besar, masyarakat Turki tetap percaya kepada Erdogan untuk memperbaiki keadaan.

Sedang Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Turki 2019 – 2020 Darlis Aziz mengungkapkan, kampanye Pemilu di Turki benar-benar menerapkan strategi narasi dan dialog dengan masyarakat.

“Kalau di kita banyak sekali spanduk yang bertebaran merusak pemandangan ruang publik, kalau di Turki itu tidak ada,” ujar Darlis Aziz.

Kampanye di Turki, lanjutnya diisi dengan partemuan-pertemuan dan diskusi-diskusi. Mereka menawarkan narasi terbaru kepada anak muda, sehingga menjadi tertarik.

“Dengan narasi itu memberikan optimis dulu kepada masyarakat Turki akan dimasukkan di rencana pembangunan. Nah, saya kira ini sangat mendidik, perlu diterapkan di kita, karena kampanye kita sangat boros dan merusak lingkungan,” tegasnya.

Kematangan Berdemokrasi Turki

Sedangkan Dr. Sitaresmi Soekanto, Salah seorang Pendiri Partai Gelora Indonesia menegaskan, bahwa Pemilu Turki 2023 merupakan bentuk kematangan dalam berdemokrasi di Turki, baik rakyat maupun sistemnya.

“Saya melihat ada kematangan demokrasi di Turki. Ada kematangan rakyatnya yang melihat secara obyektif, bahwa partai-partai oposisi tidak mereka inginkan untuk mematikan demokrasi yang ada. Kemenangan Erdogan bagian dari penyelamatan Turki,” kata Sitaresmi.

Ia berpandangan, kematangan rakyatnya menjadi kunci dalam keberhasilan berdemokrasi di Turki. Sebab, Erdogan selalu mengedepankan dialog dengan masyarakatnya, dan mengatakan tidak bisa berjuang dengan melakukan hal-hal frontal seperti kudeta untuk melakukan perubahan.

“Kehadiran AK Parti pimpinan Erdogan ini berhasil memodernisasi Turki, meski kontitusinya tetap sekuler, tetapi masyarakat sangat religius sekarang. Itu sebenarnya sudah terlihat ketika Erdogan menjadi Wali Kota Istanbul,” katanya.

Pendiri partai nomor 7 di Pemilu 2024 ini berharap kerja partai politik (parpol) dan tokoh politik harus berbasis prestasi bukan gimmick dan pencitraan. Erdogan mencontohkan hal ini secara konsisten.

“Tugas partai politik adalah public educator dan public narrator, bukan pembawa sembako. Tata kelola partai politik yang bagus agar menghasilkan output yang bagus,” katanya.

Ia juga menilai AK Partai Turki contoh partai modern yang mampu menampilkan demokrasi yang sehat dan Islam yang damai di waktu yang sama.

“Perpecahan dan pembelahan politik selalu merugikan kita sendiri. Hal ini perlu selalu dihindari oleh semua pihak,” katanya.

Sitaresmi mengatakan, tokoh politik sudah saatnya melakukan transfer narasi ke generasi selanjutnya dan tidak mempertahankan iklim gerontokrasi dalam berpartai.

“Pemilu yang baik adalah pemilu yang mencerminkan kehendak rakyat. Pemilu Turki salah satu pemilu yang paling memiliki keabsahan tinggi di dunia 2023,” katanya.

Partai Gelora menilai pergolakan idelogi dan perbedaan pendapat dalam politik jangan diarahkan ke arah negatif. Tapi seharusnya menjadi khazanah kekayaan bangsa dan menjadi konsensus bersama dalam membangun.

“Tidak ada yang sempurna, oleh sebab itu semua stakeholder partai politik, politisi dan seterusnya harus mau berproses menuju demokrasi yang sehat dan mau berproses dalam melakukan menajemen demokrasi yang lebih substansial lagi,” pungkas Sitaresmi Soekanto. (Ery)