Presiden Sudah Buka Suara, Tapi Kasus Diskriminasi dan Pelarangan Beribadah Masih Terjadi

by
Jeirry Sumampouw, pengamat.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia atau PGI menyebut, setidaknya ada 5 (lima) peristiwa diskriminasi dan intoleransi yang terjadi justru setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan pernyataan dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda belum lama ini.

“Karena itu, PGI minta perhatian dari Presiden Joko Widodo terhadap kasus diskriminasi dan pelarangan beribadah ini,” kata Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow lewat keterangan tertulisnya Kamis (9/2/2023).

PGI memandang, peristiwa diskriminasi dan pelarangan beribadah yang terjadi di beberapa daerah ini belum efektif berlaku di lapangan seperti yang telah di tegaskan oleh Presiden Jokowi. Ironisnya lagi, pelarangan aktivitas keagamaan dan penghentian beribadah, justru oleh Pemerintah Daerah maupun oleh kelompok masyarakat tertentu di beberapa tempat belakangan ini.

Kelima peristiwa diskriminasi dan intoleransi yang terjadi dalam catatan PGI seperti disampaikan Jeirry Sumampow adalah Forkopimda Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat pada 26 Januari 2023, dengan mengeluarkan kesepakatan yang meminta agar Pemkab Sintang menerbitkan Surat Edaran Bupati untuk melarang kegiatan-kegiatan Jemaah Ahmadiyah. Kemudian, Forkopimda Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada 2 Februari 2023 menyatakan akan menghentikan pembangunan dan menyegel Masjid Ahmadiyah di Parakansalak.

Peristiwa ketiga, pada hari yang sama, 2 Februari 2023, beredar banyak spanduk penolakan aktivitas Ahmadiyah di beberapa tempat di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Lalu ada pelarangan dan pembubaran ibadah pada 5 Februari 2023 di Jemaat GPdI Metland, Desa Pasir Angin, Cileungsi, Bogor, oleh masyarakat sekitar.

“Dan kelima, hari Minggu, 5 Februari 2023 juga terjadi pelarangan beribadah oleh warga sekitar terhadap jemaat GKIN (Gereja Kristen Injili Nusantara) Filadelfia, di Bandar Lampung, Lampung,” ungkap Jeirry.

Dia mengatakan, pelarangan tersebut pada umumnya dilakukan dengan alasan bahwa rumah ibadah tersebut belum memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dan atas nama masyarakat mayoritas.

Terkait dengan beberapa peristiwa diskriminatif dan intoleran tersebut, PGI menyampaikan permohonan kepada Presiden Ir. Joko Widodo untuk kasus-kasus tersebut.

“Perlu ada perintah yang lebih tegas dan tindakan nyata untuk menindak para pelaku intoleransi agar kasus seperti ini tidak terus terjadi dan masyarakat semakin taat hukum,” katanya.

Untuk aparat Kepolisian RI, PGI meminta melakukan tindakan tegas kepada para pihak yang melakukan tindakan intoleran untuk menjamin kegiatan peribadahan setiap umat beragama dan berkepercayaan. Termasuk permintaan PGI kepada Pemerintah Daerah untuk lebih patuh terhadap konstitusi ketimbang pada kesepakatan para pihak yang sering malah mengangkangi konstitusi sesuai arahan Presiden.

Sementara, PGI meminta FKUB mendorong di masing-masing daerah tersebut untuk segera mengambil peran memfasilitasi proses pengurusan IMB agar rumah ibadah yang belum memiliki IMB tersebut bisa segera memperoleh ijin.

“FKUB ada di tengah masyarakat untuk memfasilitasi berdirinya rumah ibadah dan memastikan bahwa setiap orang bisa beribadah di rumah ibadah sesuai agamanya sendiri demi terwujudnya kerukunan dan perdamaian,” ujarnya.

Disisi lainnya, PGI kata Jeirry menyampaikan solidaritas dan dukungan kepada jemaat Ahmadiyah dan warga gereja yang mengalami perlakuan diskriminatif dan intoleran tersebut. PGI pun mendoakan agar sebagai sesama anak bangsa tetap tenang, sabar, dan melakukan langkah-langkah sesuai hukum yang berlaku, sambil mengharapkan adanya perlindungan dari negara. (Asim)