Revisi Aturan DHE, Ekonom: Mesti Disertai Penerapan Sanksi Tegas

by
Menko Ekonomi Airlangga Hartarto mendampingi Bapak Presiden Joko Widodo dalam acara "Peluncuran Gerakan Kemitraan Inklusif Untuk UMKM Naik Kelas" yang diselenggarakan oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, di Wisma Smesco Jakarta, Senin (3/10/2022). (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA –Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Yusuf Wibisono mendukung langkah pemerintah untuk merevisi peraturan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Tentunya, sambung dia, dengan sejumlah catatan tentunya.

“Menambahkan sektor yang wajib membawa pulang DHE tidak hanya SDA namun juga sektor lain termasuk manufaktur, itu sah-sah saja. Namun tidak akan menyelesaikan masalah selama kebijakan DHE hanya sekedar pencatatan DHE sudah ditempatkan di dalam negeri dengan sanksi yang cenderung ringan, umumnya hanya sanksi administratif,” kata Yusuf, Jumat (13/1/2023).

Menurut dia, banyak DHE yang tidak kembali ke Indonesia karena pengusaha menahan dollar mereka untuk berbagai hal. “Pengusaha membutuhkan devisa untuk kebutuhan impor mereka, untuk membayar utang valas dan juga untuk antisipasi karena kekhawatiran atas ketidakpastian pasar valas, bahkan posisi hold dollar menjadi pilihan menguntungkan untuk spekulasi,“ jelas Yusuf.

Dan faktor yang paling jelas adalah bunga deposito dollar yang jauh lebih tinggi di bank luar negeri dibandingkan bank di Indonesia. “Hal ini ironis dan terlihat amoral karena DHE dari hasil kekayaan alam negara digunakan untuk keuntungan pribadi semata bahkan dengan kerugian rakyat dari instabilitas Rupiah,” tegas Yusuf yang juga Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) itu.

Untuk itu perlu reformasi secara struktural yang bisa dilakukan pemerintah. “Yaitu mereformasi sistem devisa bebas kita. Kita seharusnya mulai menerapkan kewajiban repatriasi DHE dan kewajiban konversi DHE ke rupiah, tidak perlu secara penuh, katakan misalnya 50 persen saja.”

“Jadi di satu sisi ketidakpastian pasar valas bisa ditekan dengan pasokan dollar yang memadai, namun di sisi lain pengusaha pemegang DHE juga masih tetap memiliki DHE dalam jumlah signifikan,” pungkas Yusuf. (JAT)