Presiden dan DPR RI Didesak Percepat Reformasi Polri Serta Pertanggungjawaban Satgasus

by
Diskusi "Habis Sambo dan Tragedi Kemanusiaan Kanjuruhan, Terbitlah Teddy : Quo Vadis Reformasi Total Polri?" di Jakarta. (Foto: Mar)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Terungkapnya kasus-kasus besar, mulai dari pembunuhan, perjudian dan narkoba yang melibatkan sejumlah oknum Jenderal  di Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membuat sejumlah tokoh dan elemen masyarakat mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI untuk mempercepat reformasi di tubuh institusi Polri.

Mantan Kepala Bais TNI, Laksamana Muda (Purn) Soleman B Ponto, menilai beberapa peristiwa besar yang terjadi dan terungkap dimana melibatkan oknum Jenderal yang memegang posisi strategis di Polri ini harus disikapi serius oleh Presiden.

“Presiden dan DPR RI untuk segera melakukan percepatan agenda reformasi kepolisian dengan melakukan revisi berbagai undang-undang yang berhubungan dengan aspek baik kultural, struktural, hingga instrumental,” imbuh Soleman saat menjadi narasumber diskusi “Habis Sambo dan Tragedi Kemanusiaan Kanjuruhan, Terbitlah Teddy : Quo Vadis Reformasi Total Polri?” di Jakarta, Kemarin.

Tampil sebagai narasumber lainnya Mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, Praktisi Hukum Kamaruddin Simanjuntak, Pengamat Sosial DR Sidra Tahta dan Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar.

Menurut Soleman, reformasi bisa dimulai dengan melakukan revisi berbagai peraturan yang berkaitan kinerja Polri. Beberapa peraturan itu di antaranya, UU Kepolisian, KUHAP dan berbagai aturan yang bersinggungan lainnya.

Sementara menyikapi pengangkatan salah satu Tim Asistensi Satgasus Merah Putih Polri, yaitu Brigjen Suwondo Nainggolan sebagai Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta, menurut Soleman, membuktikan kalau Kapolri membenarkan keberadaan Satgasus Merah Putih itu.

“Kita gak tahu informasi apa kepada Kapolri. Yang pasti itu membuktikan keberadaan Satgasus itu menurut Kapolri itu benar meski menurut kita salah,” papar Solemen.

Sedang Sidra Tahta mengatakan, meski memang menjadi hak dari Kapolri melakukan promosi maupun mutasi di jajaran perwira Polri. Namun seyogyanya Kapolri dalam membuat keputusan promosi dan mutasi itu juga mempertimbangkan aspek-aspek yang sedang berkembang di tengah masyarakat.

Jangan sampai, lanjut Sidra, kasus Kapolda Jawa Timur yang baru ditunjuk tapi belum dilantik sudah dibatalkan karena munculnya kasus narkoba.

“Sebaiknya Kapolri lebih selektif dalam menempatkan bawahannya untuk jabatan-jabatan strategis, seperti Kapolda. Jangan sampai kasus Kapolda Jawa Timur terjadi juga dengan Kapolda-Kapolda lainnya yang baru ditunjuk,” tandas Sidra.

Desakan serupa juga dilontarkan oleh Margarito Kamis. “Presiden Joko Widodo harus turun tangan untuk membersihkan citra buruk institusi Polri. Saya berharap, orang nomor satu di Indonesia itu perlu menyadari situasi yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini terhadap institusi Polri,” tandasnya.

Dia menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo harus mengambil langkah tegas jangan hanya marah-marah di media.

“Kenyataannya sekarang, masih masuk akalkah presiden sekarang diam cuman marah-marah saja. Saya rasa tidak cukup. Presiden harus ambil langkah untuk memastikan penyelamatan institusi Polri bisa terwujud,” katanya.

Sementara Kamaruddin Simanjuntak menilai kekacauan yang terjadi di tubuh Polri sesungguhnya berawal dari perekrutan calon anggota Polri yang tidak profesional.

Kamaruddin mengungkapkan fakta adanya calon anggota Polri yang lolos seleksi dan sudah menjalankan pelatihan selama enam bulan, dengan tiba-tiba diberhentikan.

“Kemudian digantikan oleh calon lain yang sebenarnya tidak lolos tes,” tandas Kamaruddin. (Kds)