Jadi Korban Pinjol Ilegal, Masyarakat Diimbau Jangan Segan-segan Lapor

by
Diskusi #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk "Waspada Terhadap Pinjaman Online Ilegal". (Foto: Dokumentasi)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Praktik pinjaman online (pinjol) ilegal di masyarakat semakin marak dengan beragam modus. Karenanya, dibutuhkan kewaspadaan bersama untuk mencegah terjadi korban pinjol ilegal tersebut.

Translator/Content Writer Kaliopak Digital Yogyakarta Zulfan Arif menyampaikan, berdasarkan data, jumlah pengaduan masyarakat (2019-2021), sebanyak 19.711 pengaduan. Dengan pelanggaran berat: 9.270 (47,03%), pelanggaran ringan/sedang: 10.441 (52,97%).

Adapun bentuk pengaduan dengan pelanggaran berat yang ditemukan, antara lain pencairan tanpa persetujuan pemohon, ancaman penyebaran data pribadi.

“Penagihan kepada seluruh kontak HP dengan teror/intimidasi, penagihan dengan kata kasar dan pelecahan seksual,” kata Zulfan dalam diskusi #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk “Waspada Terhadap Pinjaman Online Ilegal” pada Rabu (5/10/22).

Zulfan melanjutkan, faktor pendorong maraknya pinjol ilegal, bagi pelakunya lantaran kemudahan mengunggah aplikasi/situs/website. Sedangkan kesulitan pemberantasan pinjol ilegal, karena lokasi server banyak ditempatkan di luar negeri.

Penyebab banyaknya masyarakat menjadi korban, diantaranya tingkat literasi yang masih rendah. “Tidak melakukan pengecekan legalitas, terbatasnya pemahaman terhadap pinjol. Dan, adanya kebutuhan mendesak karena kesulitan keuangan,” tutur Zulfan.

Lebih lanjut, Zulfan mengingatkan masyarakat untuk mengenali beberapa ciri pinjol ilegal/retenir online agar tidak menjadi korban. Antara lain, pinjol ilegal kerap melakukan penawaran melalui SMS spam, fee sangat tinggi bisa mencapai 40% dari jumlah pinjaman.

Kemudian, suku bunga dan denda sangat tinggi, bisa mencapai 1-4% per hari, jangka waktu pelunasa sangat singat tidak sesuai kesepakatan. Pinjol ilegal juga selalu meminta akses semua data di ponsel seperti, kontak, foto dan video yang akan digunakan untuk meneror peminjam saat gagal bayar.

“Pinjol ilegal melakukan penagihan tidak beretika berupa teror, intimidasi, dan pelecehan. Pinjol ilegal tidak memiliki layanan pengaduan dan identitas kantor yang jelas,” paparnya.

Adapun fintech legal yang patut diketahui ialah terdaftar dan diawasi OJK, identitas pengurus dan alamat kantor jelas, pemberian pinjaman diseleksi ketat, informasi biaya pinjamman dan denda transparan, total biaya pinjama 0,05%-0,08% per hari.

Selanjutnya, maksimum pengembalian (termasuk denda) 100% dari pinjamam pokok, penagihan maksimum 90 hari, akses hanya camera, microphone, dan location.

“Risiko pinjaman yang tidak melunasi setelah batas waktu 90 hari akan masuk ke daftar hitam (blacklist) Pusdafil,” ucap Zulfan.

Untuk mereka yang merasa di teror pinjol, disarankan melapor ke OJK serta kirimkan bukti-bukti pendukung lewat https://konsumen.ojk.go.id/formpengaduan.

Jika terlanjut terjerat pinjol, Zulfan memberikan solusi yaitu segera lunasi, atau laporkan ke Satgas Waspada Investasi dan Kepolisian.

Jika tidak sanggup membayar, ajukan keringanan seperti pengurangan bunga, perpanjangan waktu, dan lain-lain.

“Jangan mencari pinjaman baru untuk membayar utang lama. Jika mendapat penaguhan tidak beretika (teror, intimidasi, pelecehan) segera blokir semua nomor kontak yang mengirim teror, beritahu seluruh kontak di ponsel jika mendapat pesan pinjol ilegal agar diabaikan, lapor polisi, lampirkan laporan polisi ke kontak penagih yang masih muncul,” saran Zulfan.

Sementara itu, Dosen Fikom Unisba Santi Indra Astuti, mengigatkan masyarakat untuk saling melindungi dari ancaman kejahatan dunia siber, termasuk pinjol.

Menurut dia, mengapa masyarakat Indonesia mudah terjebak pinjol, korban penipan atau kejahatan digital, disebabkan rendahnya literasi keuangannya.

“Tingkat konsumtivisme yang tinggi. Literasi digital juga rendah,” kata Santi.

Pengasuh Pesantren Mahasiswa Aswaja Nusantara Mlangi Muhammad Mustafid menambahkan, ciri-ciri pinjol ilegal yaitu lokasi kantor tidak jelas, informasi kurang transparan, meminta akses data di HP nasabah, promosi dilakukan via SMS spam, menagih tanpa etika, tidak ada customer service, bunga atau biaya pinjaman sangat tinggi, dan tidak terdaftar di OJK.

Mustafid memberika masukan agar terhindar dari pinjol ilegal. Yakni, selalu berhati-hati dan tidak tergiur tawaran pinjama online yang tidak jelas asal-usulnya.

“Jika memang membutuhkan, sobat sikapi dapat memanfaatkan pinjaman dari perusanaan Fintech P2P Lending yang terdaftar dan berizin di OJK,” kata Mustafid. (Kds)

 

Catatan:
Informasi lebih lanjut dan acara literasi digital GNLD Siberkreasi dan #MakinCakapDigital lainnya, dapat mengunjungi info.literasidigital.id dan mengikuti @siberkreasi di sosial media.