Dewan Kolonel di Kandang Banteng dan Dewan yang Ada di Masa Lalu

by
Johan Budi, Anggota F-PDIP DPR RI. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Entah dari mana Anggota Fraksi PDI P DPR RI Johan Budi mendapat inspirasi sampai memunculkan istilah Dewan Kolonel dalam rangka memuluskan Puan Maharani sebagai calon presiden (Capres) 2024. Dewan Kolonel ini menarik perhatian, karena selain digagas Johan Budi, ternyata kehadirannya mendapat dukungan dari semua kader PDI Perjuangan, terutama di DPR RI yang menjadi loyalis Ketua DPR RI dan Ketua Bidang Politik PDI P tersebut.

“Jadi gini, gini, gini. Di Fraksi PDI P itu, waktu itu saya lupa 2-3 bulan yang lalu lah. Gimana nih kita yang mendukung mbak Puan, gimana kalau kita bikin tim,” kata Johan Budi saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/9/2022) kemarin.

Ia lantas menyebutkan bahwa Dewan Kolonel memiliki jenderal, yakni Ketua Fraksi PDI P Utut Adianto dan Sekretaris Fraksi PDI P Bambang Pacul. Keduanya disematkan jenderal, tentu saja karena kedudukan yang lebih tinggi.

Sementara dalam terminologi militer, kolonel adalah pangkat perwira menengah tertinggi, satu tingkatan di atas Letnan Kolonel dan satu tingkat di bawah Brigadir Jenderal.

Tokoh lain Dewan Kolonel ini adalah Trimedya Panjaitan. Menjawab wartawan, dia menyatakan keberadaan Dewan Kolonel ini dengan mengutip ucapan Sekretaris Fraksi PDI P Bambang Wuryanto. Mereka bertugas menaikkan citra Puan Maharani menghadapi pilpres 2024. Semua anggota Dewan Kolonel perlu menjalankan tugas meningkatkan citra Puan Maharani, bahkan hingga ke daerah pemilihan (Dapil) masing-masing.

Penamaan Dewan Kolonel untuk menaikkan citra Puan Maharani ini oleh Anggota Fraksi PDI P ini memang keren. Pada hal Dewan Kolonel ini sebetulnya adalah sekelompok orang yang menjalankan tugas tertentu.

Istilah Dewan dalam khazanah perpolitikan di Indonesia memang sudah tak asing. Ada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan lembaga perwakilan rakyat hasil pemilihan umum dan isinya adalah kader partai politik. Ada pun kedudukan dan fungsinya diatur lewat UU.

Dalam struktur organisasi pemerintahan pun, bisa ditemukan banyak lembaga yang memakai kata Dewan, misalnya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atau Dewan Energi Nasional. Pokoknya banyak lembaga formal yang memakai kata Dewan.

Di masa lalu, lembaga formal maupun tidak formal yang menggunakan kata Dewan sudah pernah dibentuk. Pada tahun 1950 an, sejumlah tokoh militer di Sumatera yang merasa tidak puas terhadap kebijakan pemerintah pusat pernah membentuk wadah sendiri yang mereka namai Dewan.

Pertama adalah Dewan Banteng di Sumatera Barat dan diprakarsai oleh Kolonel Ismail Lengah, mantan Panglima Divisi IX Banteng yang diketuai Letnan Kolonel Ahmad Husein. Setelah itu ada Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dibentuk oleh Panglima Tentara dan Territorim/TII Kolonel Maludin Simbolon.

Ketiga adalah Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Burlian. Jadi, Dewan Gajah, Dewan Banteng dan Dewan Garuda merupakan sekelompok tokoh militer di daerah yang melakukan sebuah gerakan ‘perlawanan’ terhadap pemerintah pusat karena merasa ada ketidakadilan menjalankan pembangunan.

Sebelum meletus peristiwa Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965, suhu politik di Tanah Air semakin mendidih karena adanya rivalitas antara TNI Angkatan Darat (AD) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dengan Presiden Soekarno di antara kedua kekuatan tersebut.

Tokoh-tokoh PKI menghembuskan isu adanya Dewan Jenderal TNI AD yang mereka curigai akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada hari Angkatan Bersenjata 5 Oktober 1965.

Untuk menandingi Dewan Jenderal tersebut tokoh-tokoh PKI kemudian membentuk gerakan yang mereka namai Dewan Revolusi Indonesia dengan Ketua Letnan Kolonel Untung Syamsuri yang kemudian berperan dalam G30S.

Namun fakta menunjukkan Dewan Revolusi itu berhasil dibabat habis oleh tokoh-tokoh TNI AD yang benar-benar anti komunis. (Asim)