Kota DIY, Konflik Barbasari dan Sanksi Sosial

by

KOTA besar atau metropolitan dimanapun menjadi manifestasi simbol modernitas , multikulturalitas dan kompleksitas peristiwa sosial.

Modernitas kota dapat dilihat tidak saja dari aspek phisik seperti gedung pencakar langit tetapi juga dari aspek non phisik berupa pola pikir dan pola tindak budaya masyarakatnya.

Sebagai epicentrum kehidupan menjadikan kota sebagai dream spot tempat banyak orang menaruh mimpi dan harapan untuk mencapai sukses secara ekonomi.

Begitu pentingnya kota bagi banyak orang menjadikan kota wilayah potensial konflik yang begitu intens diakibatkan ruang sosial yang dipenuhi aktifitas sosial masyarakat melahirkan symtom syimtom konflik yang beraneka ragam yang dilakukan banyak aktor dan motivasi.

Kasus konflik di Babarsari dan Klitih di Yogyakarta adalah contoh kecil dari wujud konflik di perkotaan yang sewaktu waktu timbul dan menjadi persoalan pemerintah dan masyarakat.Tentunya masih banyak lagi konflik dengan skala dan spektrum masing masing. Apalagi seperti di kotaJakarta yang sangat multi etnis.

Konflik konflik di ruang sosial perkotaan tentunya tidak bisa dihindari karena semakin tinggi interaksi dan aktifitas sosial masyarakat maka potensi konflik pun semakin tinggi , mengingat masyarakat perkotaan yang multikultural memiliki potensi watak dan perilaku yang berbeda beda, belum jika dilihat lebih mendalam yang berkaitan dengan aspek psikologi, politik , ekonomi maupun orientasi masing masing dalam memaknai ruang sosial dan kompetisi sosial yang melahirkan beragam status sosial.

Tingginya intensitas interaksi dan aktifitas sosial di perkotaan melahirkan konflik sering terjadi tiba tiba tanpa diduga bersifat insiden dan eksiden serta konflik yang terjadi berulang ulang . Namun demikian konflik keduanya relatif bersifat ajeg dan mampu dipelajari konstruksi konfliknya sehingga melahirkan model pengukuran konflik yang disebut dengan “ conflict index “karena pada dasarnya konflik itu sendiri adalah bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan .

Upaya upaya yang bisa dilakukan untuk meresponse potensi konflik di perkotaan adalah melalui pendidikan tentang pengenalan konflik sejak dini; kesiapan aparatur meliputi kepemimpinan , sumber daya organisasi dan efektifitas pemerintahan untuk merespons dengan cepat segala bentuk “insiden” yang terjadi di masyarakat termasuk di dalamnya membuat regulasi ( pidana , perdata dan sosial )yang mampu memberikan efek jera bagi mereka yang sengaja menjadi bagian dari konflik yang mengancam sendi sendi kehidupan sosial bersama.

Kasus Barbasari dan Klitih yang terjadi di wilayah istimewa ini dapat menjadi pintu masuk bagi pemerintah DIY, pada konteks kasus Klitih Kotamadya DIY telah menerbitkan tentang aturan jam malam bagi anak anak muda dan ini termasuk salah satu instrumen yang jika ditegakkan secara efektif akan mampu meminimalisasi peristiwa sejenis terjadi di jalan jalan di wilayah Kota Yogyakarta.

Bagaimana kemudian dengan kasus Barbasari , menurut hemat saya regulasi sanksi sosial perlu dibuat dan diuji coba selain upaya pemidanaan yang maksimal terhadap mereka yang terlibat .

Belajar dari peristiwa terorisme global dan kejahatan transnasional lainnya , komunitas internasional melakukan pembatasan mobilitas terhadap individu , kelompok dan organisasi yang nyata nyata terlibat dalam aksi terorisme termasuk pembatasan aktifitas ekonominya.

Di dunia industri sepak bola juga menerapkan sanksi sosial kepada individu , kelompok dan organisasi yang terlibat “ kekerasan atau kejahatan lain di dunia persepakbolaan untuk dilarang datang ke negara atau stadion sepak bola dalam batas waktu yang ditentukan.

Saya kira DIY sebagai kota sejarah, kota budaya , kota pendidikan dan kota toleransi dapat memulainya untuk membuat regulasi yang membatasi mobilisasi individu, kelompok dan organisasi apa pun yang nyata nyata datang dan hidup di wilayah ini untuk membangun konflik yang mengancam harmoni sosial dan rasa tentram masyarakatnya.

Karena potensi konflik yang tinggi dari multikurarisme, modernistas dan kompleksitas kehidupan di perkotaan harus bisa diikuti dengan kesiapan pemerintahan yang efektif.

Setelah sebelumnya DIY punya Perda Pancasila yang mengatur tentang implementasi Pancasila dalam kehidupan sosial , saatnya Perda Pancasila ini diikuti dengan aturan pelaksanaan dan sanksi sosial yang efektif bagi mereka yang datang ke Yogyakarta untuk membangun konflik yang dapat mengancam harmoni sosial dan kesatuan nasional sebagai satu bangsa yang berdasarkan Pancasila.

Yogyakarta , 6 Juli 2022

*Dr. Andry Wibowo SIK MH* – (Pemerhati Konflik Indentitas: mantan anggota pasukan PBB di Bosnia; Konseptor Operasi Camar Maleo 2011 -2012 di Poso dan mantan anggota implementasi perundingan Damai di Aceh 2003-2004)