Sabam Sirait: Berpolitik Sebagai Panggilan Hidup

by
Diskusi bertajuk ‘Kebebasan Pers dan Relevansinya Kini,' di Media Center Gedung Nusantara III Komeplaks Parlemen Senayan, Jakarta. (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Siapa yang tak kenal Sabam Sirait, tokoh nasional yang berdiri tegak melawan rezim Orde Baru. Seluruh rekam jejak kehidupan Sabam terekam dalam buku ‘Sabam Sirait: Berpolitik Bersama 7 Presiden’.

Membedah sosok Sabam, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Andreas Pareira dalam diskusi buku bertajuk ‘Kebebasan Pers dan Relevansinya Kini,’ di Media Centre Gedung Nusantara III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/3/2022) melihat sosok Sabam mirip dengan petuah dari sosiolog terkemuka Max Weber.

“Nasihat Max Weber ini sangat populer sangat terkenal dan banyak dipakai atau jadi pegangan mahasiswa politik di Eropa, politik sebagai panggilan, politik sebagai profesi. Kuliahnya ini, Max Weber menjelaskan tentang orang yang memahami politik sebagai panggilan hidupnya, politik sebagai pekerjaan utama dia dan politik sebagai pekerjaan sampingan, ini yang membedakan politisi itu,” kata Andreas

Yang membedakannya, lanjut politisi PDI Perjuangan ini adalah perilakunya. Sementara politik yang politisi memahami politik sebagai profesinya dia berjalan dengan substansi dan etika dan keyakinannya, itu muncul di dalam sikapnya.

“Sehingga kalau kita melihat Pak Sabam, kalau kita memperhatikan perjalanan bapak Sabam, itu dia lakukan selama perjalanan hidupnya dengan keyakinan itu ,” urai Andreas.

Ia lalu menceritakan pengalaman PAW DPR RI bersama Sabam di Tahun 2005 ia mengenang nasihat Sabam ‘Jangan belajar jadi pemimpin tetapi belajar lah menjadi Pengikut’. Menurut Andreas nasihat ini sangat bermakna.

“Beberapa pengalaman bertemu dengan bapak Sabam ini luar biasa, saya melihat bapak Sabam orang yang memahami benar dirinya, hidupnya dengan politik sebagai panggilan hidup dia,” beber Andreas.

Sementara itu, Jurnalis senior Kompas Joseph Osdar melihat sosok Sabam Surait adalah pribadi yang berani, bertaruh dengan resiko. Hal ini bisa dilihat dari gaya Sabam menyampaikan interupsi dalam sidang Umum MPR tahun 1993.

“Jadi saya katakan bukan hanya Bung Sabam berani tetapi dikatakan wah PDI berani sekali. Pada saat itu demokrasi yang Bung Sabam kumandangkan bukan yang dia katakan tetaipi actionnya itu dan itu cukup beresiko bagi saya, apalagi pada saat itu saya di istana,” ujar Joseph.

Senada dengan Josep, narasumber lainnya CEO Tempo Bambang Harymurti juga memiliki ingatan historis dengan sosok Sabam, yaitu saat kebebasan pers dikekang.

“Karena perannya beliau dalam kebebasan Pers dan Demokrasi itu pada waktu itu disaat pemberedelan tempo, detik dan editor dan pada saat itu ketika AJI didirikan membuat protes disampaikan ke DPR dan yang hanya berani menerima adalah bapak Sabam Sirait sebgai anggota Komisi I, pada saat itu mahal sekali dan itu luar biasa,” ujar Bambang.

Memori Kelam Pembredelan Pers Era Orba

Wartawan senior Andus Simbolon saat memberikan pandangan dan pengalamannya. (Foto: Jimmy)

Jika sisi politik sudah dijabarkan narasumber lainnya, Jurnalis Senior dari beritabuana.co, Andoes Simbolon yang melihat Sabam dari perspektif jurnalis. Menurut di, Sabam memang layak menjadi pahlawan nasional karena terbukti punya peran dalam mendukung kebebasan pers selama Ia hidup.

Memori kelam pembredelan pers era Orba pun, diulas Andoes dalam kesempatan tersebut. “Pak Sabam itu menolak tegas pembredelan itu,” kata Andoes yang kerap dipanggil ‘Hula-Hula’ oleh Sabam semasa Sabam bertugas di Senayan.

Jadi, lanjut Andoes, terlepas dari jiwa politik sosial dan aktivisme yang tinggi dalam pribadi Sabam, Andoes melihat sosok Sabam tak hanya tokoh nasional tetapi figur yang tak lupa dengan adat istiadat.

“Dan kebetulan Istri beliau bermarga Simbolon, beliau hormat dan memanggil saya Lae dan terkadang Hula-Hula sambil memperlihatkan ibu jarinya selayaknya orang Jawa,” kenangnya.

Buku ‘Sabam Sirait: Berpolitik Bersama 7 Presiden’ memiliki 254 halaman, dalam diskusi publik itu buku ratusan Buku Sabam juga dibagikan kepada para jurnalis yang hadir. (Kds)