Diskusi Teras LPPM ATVI: Tingkatkan Rasa Kebangsaan dengan Ciptakan Pasar

by
Acara Teras LPPM ATVI bertema 'Merajut Cinta Bangsa di Ujung Indonesia'. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah terdepan di Indonesoa, harus terus diupayakan untuk mendapatkan akses transportasi dan logistik yang baik melalui pembangunan infrastruktur agar tercipta pasar. Selain itu, yang tak kalah penting adalah infrastruktur jaringan internet untuk mempermudah akses informasi.

Demikian disampaikan Dosen Akademi Televisi Indonesia (ATVI), Dewi Yudho Miranti, S.E., M.M ketika berbicara dalam acara Teras LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) ATVI, Kamis malam (17/3/2022).

Dalam acara bertema ‘Merajut Cinta Bangsa di Ujung Indonesia’ yang dipandu Ir. Adrian Ingratubun, M.M yang juga Dosen ATVI ini, ditayangkan di Youtube Teras LPPM ATVI ini, juga didukung oleh dua penerbit besar, Matapadi Yogya dan Prenada Jakarta yang memberi hadiah buku untuk penanya terbaik. Selain itu dukungan diberikan Mastepdia.com dan Taman Bacaan Bukit Duri Bercerita.

Melanjutkan penjelasannya, Dewi mengatakan, sepanjang pengalaman dirinya keliling ke berbagai wilayah terdepan, mobilitas dan interaksi masyarakat lebih banyak ke negara tetangga, karena akses yang lebih mudah. Karenanya, ia menekankan pentingnya penciptaan pasar di wilayah terdepan, sehingga ekonomi masyarakat bergerak dan perubahan terjadi.

“Saya kira Pemerintah dan pihak terkait memang mesti memprioritaskan soal ini,” katanya.

Menjawab pertanyaan peserta, mengenai lunturnya rasa atau nilai kebangsaan di kalangan milenial, Dewi Yudho mengatakan, jika melihat kondisi saat ini memang kita cukup khawatir.

“Saya aja di masa teknologi informasi belum massif seperti sekarang ini saya kadang ngantuk dan bosan menengerkan ceramah soal kebangsaan, apalagi generasi saat ini. Tapi, ketika saya, karena pekerjaan CSR berkeliling ke wilayah-wilayah terdepan, semua itu membukakan mata say apentingnya merajut kebangsaan,” papar dia lagi.

Karena itu, lanjut Dewi, generasi harus melakukan terobosan dengan mengimbangi informasi yang arahnya menoleh ke wilayah Indonesia.

“Kita sebagai pendidik, apakah sudah memberi materi yang menarik? Jadi mari kita bersama berfikir dan berbuat. Paling tidak, kita berperan untuk membuat konsep bagaimana generasi milenial lebih tertarik membahas kebangsaan dan ke-Indonesiaan, jangan selalu meminta kaum milenial membuat konsep dan melahirkan kecintaan pada Tanah Air,” katanya.

Indah dan Beragam

Dalam bincang Teras LPPM ini, Dewi Yudho mengungkapkan, Indonesia bukan saja indah tetapi juga sangat beragam dalam banyak hal, sangat kaya, dengan isu yang sangat kompleks. Sehingga betapa hebatnya para founding fathers yang telah menyatukan bangsa di bawah satu bendera bernama Indonesia.

“Setiap generasi perlu memaknai perjalanan panjang Indonesia menjadi sebuah bangsa, terkadang kita mengetahui tetapi gagal memaknai. Memaknai seringkali membutuhkan momentum. Momentun inilah yang perlu dicari dan disajikan dengan menarik dengan berbagai cara agar generasi muda kita memiliki wawasan kebangsaan yang mumpuni,” papar Dewi.

Pengalaman narasumber mengunjungi berbagai daerah terpencil terutama pulau-pulau terdepan Indonesia, telah menyadarkannya bahwa Indonesia adalah negara yang luas dan sangat beragam, yang perlu dijaga kesatuan dan persatuannya, tanpa menghilangkan kekayaan ragamnya.

Isu ini perlu diketahui dan dimaknai khususnya oleh generasi muda, yang suatu hari akan memimpin negeri ini. Bahwa negerinya, bukanlah seluas mall atau kafe yang selama ini mereka kunjungi, negerinya terdiri dari 17 ribu pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Rote sampai Miangas, yang belum tentu dapat mereka kunjungi satu persatu.

Salah satu pengalaman yang sangat diingat oleh Dewi Yudho adalah ketika menyelenggarakan program Young Navy Social Adventure, yang mengajak sekitar 100 remaja zilenial dengan kapal TNI mengunjungi Kepulauan Anambas. Setiba di Tarempa (Ibu Kota Kepulauan Anambas), para remaja ini diperkenalkan dengan remaja setempat, bermain bola bersama, voli, kasti, galasin dan lain-lain, makan siang bersama, menari bersama dan ditutup dengan malam pentas seni.

Bahkan di malam itu, salah satu peserta Jakarta memberikan testimoni yang mengatakan bahwa dia baru menyadari makna Bhineka Tunggal Ika, sejak melihat teman-teman sebayanya di Tarempa yang memiliki logat berbeda tetapi masih sebangsa setanah air. Inilah yang narasumber maksudkan dengan momentum. (Jimmy)