Komisi IX DPR: Rencana Pemerintah Ubah Tarif Pajak Mobil Listrik Perlu Dikaji Mendalam

by

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pemerintah mengusulkan perubahan tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) bagi kendaraan mobil listrik kepada Komisi XI DPR. Kebijakan tersebut sejalan dengan kebijakan energi nasional untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dan mengembangkan sumber energi terbarukan.

“Ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon pada tahun 2030, sesuai Paris Agreement,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie OFP, dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021).

Raker membahas kebijakan tersebut, menjelaskan bahwa kebijakan pajak PPnBM ini setidaknya memiliki 3 isu yang disampaikan yakni terkait emisi karbon, transformasi ekonomi terutama memperkuat industri kendaraan bermotor berbasis baterai, dan skema pembebanan pajaknya.

Lanjut Dolfie, jika dilihat dari emisi karbonnya, kendaraan bermotor menyumbang emisi sebesar 30 persen. Jika dilihat dari datanya, yang paling besar justru pada perubahan fungsi hutan sebesar 46 persen, setelahnya baru kebakaran hutan, limbah pabrik, pertanian dan industri.

“Kalau arahnya emisi karbon, pemerintah juga harus bisa memperkuat kebijakan pada penyumbang terbear emisi karbon lainnya itu,” katanya lagi.

Terkait dengan industri kendaraan bermotor, rencana kebijakan tersebut nantinya akan memperbaharui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019. Setidaknya, terdapat dua skema dalam pengenaan PPnBM mobil listrik. Skema pertama, tarif PPnBM untuk PHEV (Ps 36) sebesar 5 persen sebelumnya 0 persen, full-hybrid (Ps 26) sebesar 6 persen naik dari aturan lama yakni 2 persen, dan full-hybrid (Ps 27) sebesar 7 persen dari sebelumnya 5 persen.

Adapun skema kedua setelah investasi berlangsung selama dua tahun maka tarif PPnBM untuk PHEV (Ps 36) menjadi 8 persen, full-hybrid (Ps 26) 10 persen, full-hybrid (Ps 27) 11 persen, full-hybrid (Ps 28) 12 persen sebelumnya 8 persen, mild-hybrid (Ps 29) 12 persen sebelumnya 8 persen, mild-hybrid (Ps 30) 13 persen sebelumnya 10 persen, dan full-hybrid (Ps 31) 14 persen sebelumnya 12 persen.

“Perlu diberikan gambaran kepada kami, industri yang sudah existing sekarang ini khususnya yang plug-in, mild-hybrid, dan full-hybrid seperti apa kondisi industrinya sekarang. Kita kan concern pada transformasi pemulihan ekonomi, kalau kita lihat di luar kendaraan bermotor berbasis baterai PPnBM kan tarifnya naik, padahal kan amanat PPnBM kan keadilan dalam pembebanan pajak terhadap konsumen,” lanjut Dolfie.

Politisi PDI-Perjuangan tersebut menyatakan, tentu semua pihak tentu sepakat untuk memanfaatkan potensi nikel dalam negeri, pemerintah memberikan insentif PPnBM. Namum terhadap industri eksisting, perlu lebih diperhatikan kembali insentif pajaknya. Hal tersebut perlu diperluas bagi sektor industri lainnya.

“Industri-industri yang existing kan perlu juga. Mungkin perlu diperluas, misalnya industri yang menggunakan TKDN yang makin besar dari tresholdnya maka diberikan insentif juga. Diperluas lagi industri yang produksinya memberikan UMKM-UMKM, kan bisa juga diberikan insentif. Tidak sebatas bagi industri teknologi, apalagi argumentasinya emisi karbon sepertinya ada gap,” tegasnya.

Hadir secara langsung dalam rapat tersebut, Sri Mulyani mengatakan, rencana kebijakan tersebut sudah pembicaraan antara kementerian seperti antara lain dengan Kementerian Koordinasi (Kemenko) Bidan Perekonomian, Kemenko Maritim dan Investasi, Kementerian Perindustrian, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). (Rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *