Fenomena Pergantian Kepemimpinan di AS Mirip dengan Peristiwa ’98 di Indonesia

by

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Aksi demonstrasi pendukung Donald Trump yang berujung pada penguasaan Gedung Kongres Amerika Serikat (AS), yang menyebabkan tertundanya sidang dengar pendapat hasil Pilpres 2020, terus menuai perhatian publik.

Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah misalnya. Ia menilai adanya kesamaan dalam fenomena pergantian yang terjadi di AS dengan peristiwa Tahun 1998 di Indonesia.

“Ini komentar saya tentang situasi di AS yang acara visual itu terjadi persis sama dengan yang terjadi pada Mei 1998, sekitar 22 tahun lalu, di Indonesia ketika terjadinya pergantian pemerintahan,” kata Fahri kepada awak media, Kamis (7/1/2021).

“Sama-sama pergantian pemerintahan Donald Trump enggan mengakui kekalahannya di Pilpres AS kemarin, kalau di Indonesia waktu itu juga rezim ya g sudah berkuasa lama dan dianggap mahasiswa enggan mengundurkan diri (sehingga terjadi pendudukan gedung MPR/DPR),” tambahnya.

Tidak hanya itu, Fahri juga menyoroti mengenai adanya fenomena meradikalisasi dalam setiap proses politik yang diciptakan di tingkat rakyat.

Kalau pada ’98 radikalisasi terjadi oleh kuatnya pemerintahan dan berkurangnya kebebasan, sehingga rakyat yang dipimpin oleh kekuatan mahasiswa mengambil inisiatif untuk melakukan kontrol terhadap gedung parlemen.

Sementara yang terjadi di AS, sambung dia, adalah ketidakpuasan pendukung Donald Trump terhadap hasil Pemilu, yang menyebabkan adanya anggap bahwa kongres adalah penghambat bagi tidak saja proses Pemilu dianggap curang.

“Kongres (AS) juga dianggap menjadi oposisi terlalu kuat terhadap Presiden Donald Trump,” sebut mantan Wakil Ketua DPR RI itu.

Sehingga, kata Fahri, fenomena meradikalisasi rakyat yang terjadi di AS harus menjadi pelajaran bagi Indonesia yang berada dalam iklim demokrasi yang sama.

“Bahwa provokasi terhadap rakyat dapat menciptakan radikalisasi, dan radikalisasi dapat menciptakan proses politik masif yang berakhir dengan dikuasainya gedung parlemen. Sebaiknya pemimpin menciptakan suasana yang rekonsiliatif sehingga membuat masyarakat mengambil jalan-jalan yang damai,” pungkas politikus asal NTB ini. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *