Tok! DPR Sahkan RUU KUHAP Baru: Habiburrahman: Penegakan Hukum Kini Lebih Transparan, Akuntabel, dan Ramah HAM

by
Ketua Komisi III DPR RI Habiburrahman. (Foto: Asim)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Komisi III DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk dibawa ke rapat paripurna. Persetujuan ini menandai langkah penting dalam reformasi sistem peradilan pidana Indonesia setelah lebih dari empat dekade KUHAP lama diberlakukan.

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan, seluruh fraksi dan perwakilan pemerintah telah menyampaikan pandangan serta memberikan persetujuan terhadap naskah akhir RUU KUHAP. “Kami meminta persetujuan apakah RUU KUHAP dapat dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II, yaitu pengambilan keputusan di rapat paripurna DPR RI terdekat. Setuju?” ujarnya, yang langsung dijawab serentak “setuju” oleh para anggota DPR yang hadir di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

Menurut Habiburokhman, pembaruan KUHAP ini dirancang untuk menjawab tantangan besar dalam sistem peradilan pidana modern, termasuk peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak-hak tersangka, korban, saksi, penyandang disabilitas, perempuan, dan anak.

Ia menambahkan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga menuntut adaptasi baru dalam proses penegakan hukum. “Setiap pasal dalam RUU ini dirumuskan untuk merespons kebutuhan zaman, tanpa meninggalkan prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia,” ujarnya.

Substansi Perubahan Utama dalam RUU KUHAP

Beberapa poin penting dalam perubahan KUHAP yang baru ini meliputi:

  1. Penyesuaian hukum acara pidana agar sejalan dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
  2. Integrasi nilai-nilai KUHP baru, yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif guna memulihkan keadilan substansial dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
  3. Penguatan koordinasi antar lembaga penegak hukum untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas penyelidikan dan penuntutan.
  4. Perlindungan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi termasuk jaminan bantuan hukum, pendampingan advokat, dan perlindungan dari intimidasi.
  5. Kewajiban negara memberikan bantuan hukum gratis bagi masyarakat tidak mampu, serta perlindungan terhadap advokat dalam menjalankan tugasnya.
  6. Penerapan keadilan restoratif (restorative justice) sejak tahap penyelidikan hingga persidangan, sebagai alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan.
  7. Perlindungan khusus bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lanjut usia, termasuk penyediaan fasilitas pemeriksaan yang ramah dan aksesibel.
  8. Modernisasi hukum acara pidana, agar proses peradilan berjalan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
  9. Pengenalan mekanisme baru, seperti pengakuan bersalah dengan imbalan keringanan hukuman dan perjanjian penundaan penuntutan bagi korporasi.
  10. Penegasan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi dan pemberian hak restitusi, rehabilitasi, serta kompensasi bagi korban dan pihak yang dirugikan oleh kesalahan prosedur hukum.

Habiburokhman menegaskan, pembaruan ini merupakan tonggak penting menuju sistem hukum yang lebih manusiawi dan modern. “RUU KUHAP ini memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa terkecuali, mendapat perlakuan yang adil dan setara di mata hukum,” katanya.

Jika disetujui dalam rapat paripurna mendatang, Indonesia akan memasuki babak baru dalam sejarah penegakan hukumnya —KUHAP era digital dan berbasis hak asasi manusia. (Ery)