Kasus OTT Kalsel, KPK Tetapkan Gubernur dan 7 Orang Sebagai Tersangka

by
Ruang lobby utama gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang selalu sibuk menerima laporan dan pengaduan masyarakat.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Gubernur Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, resmi ditetapkan KPK sebagai salah satu tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kalimantan Selatan. Penetapan  tersangka terkait dugaan korupsi dengan pengadaan tiga proyek pembangungan di wilayah tersebut.

Tiga proyek itu mulai dari pembangunan lapangan sepakbola, pembangunan gedung samsat terpadu, dan pembangunan gedung kolam renang di wilayah Kalimantan Selatan. Total nilai dari tiga proyek itu berjumlah Rp 54 miliar.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan hasil penyelidikan KPK mengungkap pelaksana dari proyek itu ialah dua orang pihak swasta inisial YUD dan AND. Penunjukkan keduanya dilakukan melalui sejumlah jaminan fee yang diberikan kepada Gubernur Kalsel.

“Bahwa atas terpilihnya YUD bersama AND sebagai penyedia pekerjaan Dinas PUPR Provinsi Kalsel, terdapat fee sebesar Rp 2,5% untuk PPK dan 5% untuk SHB (Gubernur Kalsel),” kata Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (8/10/2024).

Ghufron mengatakan KPK juga menemukan barang bukti sebesar Rp 1 miliar yang akan dikirimkan kepada Gubernur Kalsel. Pemberian uang itu dimasukkan melalui kardus cokelat.

“Pada tanggal 3 Oktober 2024, didapatkan informasi YUD telah menyerahkan uang Rp1 miliar yang diletakkan di dalam kardus warna coklat kepada YUL atas perintah SOL, bertempat di salah satu tempat makan. Bahwa uang tersebut merupakan fee 5% untuk SHB,” jelas Ghufron.

Dalam kasus ini KPK menetapkan  tersangka sebagai berikut:

1.  SHB (Gubernur Kalimantan Selatan), bersama sama

2.  SOL (Kadis PUPR Prov. Kalimantan Selatan),

3.  YUL (Kabid Cipta Karya sekaligus PPK),

4.  AMD (pengurus Rumah Tahfidz Darussalam), dan

5.  FEB (Plt. Kepala Bag. Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan)

6.  YUD (Pihak swasta)

7.  AND (Pihak swasta)

Para tersangka ini diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Kds)