BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pernyataan Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni yang akan membentuk kantor wilayah (Kanwil) kehutanan di setiap provinsi, menuai sorotan.
Ketua Umum Ikatan Alumni Sekolah Kehutanan Menengah Atas (IKA SKMA), Dr. Irwan, misalnya. Dirinya berpandangan bahwa wacana tersebut memunculkan tanda tanya besar terkait pemahaman tata kelola kehutanan nasional.
Bahkan, Irwan mempertanyakan, apakah pernyataan tersebut lahir dari pemahaman menyeluruh Menteri Kehutanan terhadap tugas, fungsi, serta Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Kehutanan. Termasuk, sambungnya, dalam pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.
“Yang menjadi pertanyaan, apakah menteri kehutanan sebagai panglima tertinggi pengelolaan hutan dan kehutanan memahami secara utuh kewenangan dan fungsi unit kerja kementeriannya, serta relasi kewenangan dengan daerah?” kata Irwan dalam keterangannya, Senin (22/12/2025).
Ia menduga pernyataan tersebut bisa jadi muncul akibat informasi yang diterima tidak utuh, disertai nuansa kepanikan dan pengambilan keputusan yang terburu-buru. Menurutnya, pembentukan unit kerja baru bukanlah jawaban atas persoalan mendasar yang saat ini dihadapi sektor kehutanan, khususnya di wilayah Sumatra.
“Apa yang terucap oleh menteri kehutanan saya nilai sebagai pernyataan yang tergesa-gesa. Ini bukan jawaban terhadap akar persoalan dan dampak yang sedang terjadi saat ini,” tegasnya.
Irwan pun mengingatkan, pembentukan kantor wilayah Kehutanan yang setara dengan eselon IIa memerlukan kajian mendalam. Sebab, lanjutnya, hal tersebut mencakup kejelasan tujuan, tugas pokok, dan fungsi, serta konsekuensi penambahan anggaran negara yang tidak kecil.
Sehingga, kata Irwan menilai, langkah tersebut berpotensi menimbulkan persoalan baru bila tidak disiapkan secara matang dan justru dapat mengaburkan efektivitas pengelolaan kehutanan yang telah berjalan.
Sebagai alternatif, Irwan mendorong menteri kehutanan untuk lebih fokus pada solusi jangka pendek yang konkret dan langsung menyentuh persoalan di lapangan.
Di antaranya, kata Irwan, adalah penguatan personel penegakan hukum kehutanan, peningkatan kapasitas perlindungan dan konservasi hutan, serta optimalisasi peran penyuluh kehutanan dan pemberdayaan masyarakat.
“Penataan hutan dan kehutanan harus diperkuat di semua tingkat dan unit pengelolaan yang sudah ada, bukan dengan menambah struktur baru tanpa kajian yang matang,” paparnya.
Irwan juga menegaskan, pengambilan kebijakan di sektor strategis seperti kehutanan harus dilakukan secara cermat dan berbasis analisis mendalam. Tujuannya, kata dia mengingatkan, agar keputusan yang diambil benar-benar tepat sasaran dan berdampak nyata.
“Mari kita berpikir dan bertindak dengan cermat, melihat lebih dalam sebelum mengambil keputusan. Pengelolaan hutan dan kehutanan Indonesia harus maju, berdampak, serta memberi manfaat nyata, baik secara ekonomi maupun ekologi,” pungkasnya. (Jal)







