BERITABUANA.CO, JAKARTA — Sejumlah pengamat ekonomi menilai Indonesia memiliki peluang realistis untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dalam beberapa tahun ke depan, meski tantangan global masih membayangi. Optimisme itu didasarkan pada pengalaman historis, kinerja ekonomi terkini, serta konsistensi arah kebijakan pembangunan nasional.
Pengamat ekonomi Moch. Thoha menyatakan Indonesia pernah mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 8,2 persen pada 1995. Saat itu, pertumbuhan didorong oleh sektor-sektor kunci seperti manufaktur dan hilirisasi industri, otomotif, konstruksi, jasa, serta investasi.
“Kalau bicara prospek, kita optimistis Indonesia ke depan mampu mencapai pertumbuhan 8 persen. Indikasinya terlihat dari tren pertumbuhan ekonomi saat ini yang menunjukkan perbaikan,” ujar Thoha dalam diskusi publik akhir tahun bertajuk “Membaca Prospek Ekonomi 2026”, yang digelar Kaukus Muda Indonesia di Jakarta, Kamis kemarin (18/12/2025).
Thoha merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025 yang mencatat penguatan sejumlah indikator utama ekonomi nasional. Perbaikan tersebut terlihat dari peningkatan konsumsi rumah tangga, pertumbuhan investasi, ekspansi belanja pemerintah, serta kinerja ekspor yang tetap solid.
Ia menjelaskan, pada triwulan II-2025 ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen secara tahunan (year on year) dan 4,04 persen secara kuartalan (quarter to quarter). Pertumbuhan ini ditopang oleh meningkatnya mobilitas masyarakat serta stimulus fiskal pemerintah, termasuk bantuan sosial dan pembayaran gaji ke-13.
“Ini tentu menjadi kabar baik karena menunjukkan fondasi ekonomi yang semakin kuat,” kata Thoha.
Menurut Thoha, optimisme menuju pertumbuhan 8 persen juga didukung oleh upaya pemerintah dalam meningkatkan efisiensi belanja negara. Efisiensi tersebut dinilai mampu mengoptimalkan alokasi anggaran ke sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
“Pengelolaan belanja yang efisien akan meningkatkan investasi dan produktivitas, menciptakan lapangan kerja, dan pada akhirnya mendorong peningkatan produk domestik bruto (PDB),” ujarnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Institute Literasi Ekonomi Indonesia (ILMI), Kanzul Fikri, menilai target pertumbuhan ekonomi 8 persen telah menjadi komitmen pemerintah sejak awal dan didukung oleh kebijakan ekonomi yang adaptif dan berkelanjutan.
Ia menekankan pentingnya penguatan daya saing industri nasional, akselerasi transformasi digital, serta pengembangan ekonomi hijau sebagai pilar pembangunan jangka panjang.
“Ke depan, arah ekonomi nasional perlu dinavigasi dengan memperkuat hilirisasi industri, digitalisasi, dan ekonomi hijau, yang didukung investasi infrastruktur, meskipun menghadapi tantangan perlambatan ekonomi global dan domestik,” ujar Kanzul.
Kanzul menambahkan, transformasi struktural menjadi kunci agar pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung secara bertahap, inklusif, dan berkelanjutan. Ia menyebut sejumlah aspek strategis yang perlu diperkuat, mulai dari pengembangan sumber daya manusia (SDM), dukungan pembiayaan bagi UMKM, penguatan infrastruktur konektivitas, hingga diversifikasi ekspor dan pengembangan industri kreatif.
“Diversifikasi ekspor penting untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tradisional seperti pertanian, perkebunan, dan mineral, sekaligus memperkuat sektor-sektor ekonomi baru,” kata dia.
Namun demikian, Kanzul mengingatkan bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi inklusif sebesar 8 persen membutuhkan investasi besar serta pengelolaan ekonomi yang efisien dan berbasis perhitungan yang matang.
“Dengan terobosan kebijakan yang progresif dan konsisten, sejarah pertumbuhan ekonomi tinggi bukan tidak mungkin terulang, bahkan bisa melampaui angka tersebut,” ujarnya.
Meski optimistis, Kanzul tetap menilai prospek ekonomi Indonesia pada 2026 berada di kisaran pertumbuhan 5,0–5,4 persen, ditopang konsumsi domestik, hilirisasi, digitalisasi, serta stabilitas politik pasca-transisi. Tantangan global seperti ketidakpastian geopolitik dan tekanan inflasi moderat, menurutnya, tetap memerlukan sinergi kebijakan fiskal dan moneter yang kuat. (Ery)







