BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini meminta pemerintah lebih serius memberikan insentif dan dukungan berkelanjutan bagi pelaku industri kreatif, khususnya sektor film yang mengangkat tema edukasi dan nilai-nilai positif bagi masyarakat.
Novita menilai, hingga kini kehadiran pemerintah dalam membangun industri film nasional masih belum optimal. Dukungan yang diberikan dinilai belum mampu menciptakan ekosistem yang sehat, merata, dan berkelanjutan bagi para pelaku industri kreatif di Tanah Air.
“Dukungan terhadap industri film nasional tidak cukup berhenti pada gelontoran Kredit Usaha Rakyat (KUR) saja. Yang dibutuhkan adalah ekosistem pendanaan berkelanjutan yang dikelola secara profesional dan transparan,” kata Novita dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Ia menyoroti keberhasilan film dokumenter bertema lingkungan Tambang Emas Ra Ritek yang meraih Piala Citra pada ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2025. Menurut Novita, capaian tersebut menjadi tonggak sejarah sekaligus bukti meningkatnya minat publik terhadap film-film bertema lingkungan dan edukasi.
Film dokumenter yang diproduseri Wahyu AO dan disutradarai Alvina N.A itu, lanjut Novita, merepresentasikan keresahan publik atas eksploitasi sumber daya alam yang dinilai semakin masif. Ia menilai, kemarahan dan kepedulian masyarakat terhadap isu lingkungan kini menemukan medium ekspresi yang kuat melalui karya film.
“Penghargaan ini bukan sekadar pencapaian artistik, tetapi juga bukti bahwa pesan moral dalam film telah menjadi aspirasi baru masyarakat,” ujarnya.
Seiring tumbuhnya kualitas dan keberagaman karya perfilman nasional, Novita menegaskan bahwa dukungan pemerintah seharusnya ditingkatkan secara lebih serius. Ia menilai industri kreatif memiliki hak yang sama untuk memperoleh akses pendanaan ventura, sebagaimana industri manufaktur lainnya.
Novita juga membandingkan Indonesia dengan negara-negara seperti Korea Selatan, India, Tiongkok, dan Thailand yang telah lebih dulu membangun ekosistem pembiayaan khusus bagi industri perfilman. Menurutnya, negara-negara tersebut berhasil menjadikan film sebagai komoditas ekspor sekaligus motor pertumbuhan ekonomi.
“Negara-negara yang sukses mengekspor film dalam skala besar sudah memiliki beragam skema ventura khusus perfilman. Sementara di Indonesia, ekosistem itu belum terbentuk,” kata dia.
Ia berharap ke depan semakin banyak karya film nasional yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga mampu mengedukasi dan mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu strategis, terutama pelestarian lingkungan.
“Pelestarian alam adalah investasi jangka panjang bagi generasi mendatang. Ketika pesan ini disampaikan melalui karya kreatif yang berkualitas, dampaknya akan jauh lebih kuat dan berkelanjutan,” tutur Novita. (Asim)







