BERITABUANA.CO, JAKARTA — Analis politik senior Boni Hargens menegaskan bahwa agenda reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) seharusnya diarahkan pada transformasi budaya institusional, bukan semata perubahan struktural atau pergantian kepemimpinan. Menurutnya, kepolisian yang profesional, akuntabel, dan demokratis merupakan investasi jangka panjang bagi keberlanjutan demokrasi Indonesia.
“Reformasi Polri harus fokus pada transformasi budaya institusional Polri,” kata Hargens dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (14/12/2025).
Ia menjelaskan, transformasi budaya menjadi fondasi utama untuk membangun Polri yang modern dan dipercaya publik. Sejumlah area kunci yang perlu mendapat perhatian serius, antara lain pendidikan dan pelatihan yang menekankan penghormatan hak asasi manusia (HAM), penguatan etika profesi, serta pendekatan pemolisian masyarakat (community policing).
Selain itu, Hargens mendorong reformasi berbasis kompetensi, pemanfaatan teknologi modern, serta penerapan standar internasional guna meningkatkan profesionalisme dan kapasitas anggota Polri di semua jenjang.
“Area penting lainnya mencakup penguatan akuntabilitas, pembentukan kultur dialog yang terbuka dan responsif terhadap kritik konstruktif, rekrutmen dan seleksi berbasis integritas dan kapasitas, penerapan sistem reward and punishment, serta kepemimpinan yang menjadi teladan nilai-nilai kepolisian demokratis,” ujarnya.
Menurut Hargens, reformasi Polri juga harus bebas dari kepentingan politik jangka pendek dan dijalankan secara partisipatif dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Tujuan akhirnya adalah memperkuat posisi Polri dalam kerangka negara demokratis.
Ia menekankan pentingnya perubahan orientasi budaya dari hierarkis dan militeristik menuju pelayanan publik yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas, serta penghormatan terhadap HAM.
“Tanpa transformasi budaya, reformasi struktural atau pergantian pimpinan tidak akan menghasilkan perubahan substantif. Karena itu, reformasi budaya seharusnya menjadi fokus utama kajian Komite Reformasi Polri agar mampu melahirkan kepolisian sipil yang demokratis,” kata Hargens.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahaya politisasi agenda reformasi Polri. Menurutnya, politisasi justru berpotensi melemahkan institusi kepolisian dan mengaburkan tujuan reformasi itu sendiri.
“Dampak negatif politisasi reformasi Polri sangat besar, mulai dari hilangnya arah dan konsistensi jangka panjang, melemahnya independensi dan profesionalisme, munculnya ketidakpastian serta demoralisasi internal, hingga semakin dalamnya politisasi terhadap Polri yang justru ingin direformasi,” ujarnya. (Ery)







