BERITABUANA.CO, JAKARTA – Direktur Jenderal Bea dan Cukai (BC) Kementerian Keuangan Djaka Budhi Utama mengatakan, ancaman pembekuan BC merupakan bentuk upaya koreksi yang dilakukan pemerintah, supaya jajarannya mampu bekerja dengan lebih baik ke depannya sesuai keinginan Kepala Negara.
Pernyataan itu diungkapkan Djaka Budhi menjawab ancaman Presiden Prabowo dan diatensi Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, yang mengatakan bila tak kunjung ada perbaikan kinerja dan citra di mata Presiden Prabowo Subianto dan masyarakat, maka BC akan dibekukan.
“Bentuk koreksi kepada Bea Cukai. Yang pasti Bea Cukai ke depannya, kedepan akan berupaya untuk lebih baik,” kata Djaka di Kanwil DJBC Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Djaka memastikan, sebagai pimpinan tertinggi itu, ia tak akan membiarkan kinerja bawahannya terus menerus buruk di mata kepala negara, hingga harus dibekukan dan digantikan perannya oleh Societe Generale de Surveilance (SGS) seperti era Orde Baru. Ia bahkan menyebut era itu sebagai era kelam DJBC.
“Apa yang menjadi sejarah kelam tahun 1985 sampai dengan 1995 itu, kita tidak ingin itu terjadi ataupun diulangi oleh Bea Cukai. Sehingga tentunya bahwa Bea Cukai harus berbenah diri untuk menghilangkan image negatif kepada Bea Cukai,” papar Djaka.
Djaka mengaku sudah memiliki sejumlah strategi perbaikan kinerja DJBC, mulai dari perbaikan kultur birokrasi, peningkatan pengawasan di daerah pelabuhan dan bandara, pemanfaatan teknologi digital yang massive, hingga pelayanan ke masyarakat.
“Ketika ada ketidakpuasan, sedikit demi sedikit kita akan berupaya untuk memperbaikinya. Kita berupaya untuk memanfaatkan teknologi yang saat ini ada, seperti di pelabuhan untuk menghindari under-invoicing, kita sudah melakukan upaya untuk menghubungkan dengan AI. Jadi alat-alat yang kita punya kita kembangkan dengan kemampuan AI,” ucap Djaka.
Pekan lalu, Purbaya memang sudah menyatakan buruknya citra DJBC di mata Presiden Prabowo Subianto dan masyarakat, hingga timbul ancaman akan dibekukannya Ditjen Bea Cukai sebagaimana pernah terjadi era Orde Baru, masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Saat masa kepemimpinan mertua Presiden Prabowo Subianto itu, peran DJBC dalam mengawasi wilayah pabean Indonesia pernah digantikan oleh Société Générale de Surveillance (SGS) asal Swiss.
Ancaman pembekuan yang sudah ia sampaikan juga langsung ke jajaran Bea Cukai itu karena permasalahan pengawasan dan layanan kepabeanan dan cukai yang tak kunjung membaik.
Purbaya menyebutkan, masalah itu di antaranya kasus under invoicing yang mudah ditemui di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. Under invoicing ialah praktik pelaporan nilai barang yang lebih rendah dari sebenarnya, hingga mempengaruhi setoran bea masuk atau keluar ke negara.
Selain itu, juga masih mudah masuknya barang-barang ilegal ke Indonesia, hingga menimbulkan dugaan praktik kongkalikong di internal pengawas kepabeanan.
“Jadi ada under-invoicing, ekspor yang nilainya lebih rendah. Ada juga barang-barang yang illegal masuk, yang enggak ketahuan segala macam. Orang kan nuduh katanya bea cukai main segala macam,” tegas Purbaya. (Ram)





