BERITABUANA.CO, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali mengangkat bahaya pinjaman online (pinjol), setelah Polri membongkar dua jaringan pinjol ilegal yang menjerat lebih dari 400 korban dengan kerugian mencapai miliaran rupiah. Temuan itu, menurut DPR, hanyalah fragmen kecil dari darurat finansial yang tengah berlangsung di tengah masyarakat.
Wakil Ketua Komisi III DPR, Dede Indra Permana Soediro melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (22/11/2025) menyebut maraknya pinjol, baik legal maupun ilegal sebagai “puncak gunung es” yang tidak lagi bisa dipandang sebelah mata.
Ia menegaskan pinjol bukan solusi bagi masalah keuangan masyarakat dan justru menciptakan krisis baru. “Pinjol bukan jalan keluar. Banyak yang merasa bisa menutup kebutuhan cepat, tapi akhirnya masuk ke lingkaran utang yang lebih dalam,” kata Dede.
Ia menyoroti kemudahan akses pinjol yang membuat masyarakat tergoda mengambil pinjaman tanpa memahami besarnya biaya, denda, dan bunga. Kondisi itu menciptakan pola gali lubang tutup lubang ketika pinjaman baru digunakan hanya untuk menutup utang sebelumnya.
“Tekanan psikologis itu nyata. Dampaknya bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain,” ujarnya.
Dede juga menyoroti bunga harian 0,3 persen yang diterapkan sejumlah platform. “Sekilas kecil, tapi karena dihitung harian dan dikapitalisasi secara agresif, kewajiban peminjam membengkak tidak wajar,” katanya.
Untuk itu, Ia mendorong pemerintah, OJK, dan aparat penegak hukum memperketat pengawasan dan mengkaji kemungkinan pembekuan operasional pinjol di Indonesia.
“Bank konvensional memakai prinsip kehati-hatian. Pinjol tidak memiliki proteksi seperti itu,” tegas politikus dari PDI Perjuangan tersebut.
Pinjol Menciptakan Ilusi Solusi Cepat
Sementara itu, konsultan keuangan Asep Dahlan menilai fenomena ini sebagai tanda rendahnya literasi finansial sekaligus kurangnya kontrol terhadap produk pinjaman berisiko tinggi. Menurutnya, pinjol menciptakan ilusi solusi instan yang justru menghancurkan kestabilan keuangan rumah tangga.
“Pinjol menjual kecepatan dan kemudahan, dua hal yang sangat menarik bagi masyarakat yang sedang terdesak. Tapi kecepatan itu datang dengan harga yang mahal,” kata Asep.
Ia menjelaskan bahwa bunga harian—apalagi jika mencapai 0,3 persen—dapat bertransformasi menjadi beban luar biasa dalam hitungan minggu. Di sisi psikologis, Asep menyebut pinjol sering memicu tekanan mental yang tak kalah berbahaya dari kerugian finansial.
“Ketika jatuh tempo tiba dan seseorang tidak punya kemampuan bayar, kepanikan muncul. Dari situ berkembang jadi stres, konflik keluarga, hingga keputusan ekstrem,” ujarnya.
Asep menilai perbaikan regulasi saja tidak cukup. Ia menekankan perlunya program literasi keuangan masif yang mampu menjangkau masyarakat di tingkat akar rumput.
“Masyarakat harus paham bahwa tidak ada pinjaman yang benar-benar murah. Kalau bunganya harian, sebaiknya langsung dianggap sebagai sinyal bahaya,” kata pendiri Dahlan Consultant, yang akrab disapa Kang Dahlan itu.
Pada akhirnya, baik DPR maupun para ahli sepakat bahwa negara harus memperkuat pengawasan, edukasi, dan perlindungan publik agar masyarakat tidak terus menjadi korban jeratan pinjol. “Negara harus hadir dan melindungi rakyatnya,” tegas keduanya. (Ery)






