BERITABUANA.CO, JAKARTA – Wakil Ketua KPK Johanis Tanak memastikan bahwa penetapan tersangka Gubernur Riau Abdul Wahid jadi tersangka pada Rabu (5/11/2015), padahal ditangkap tangannya dia hari lalu, karena masalah teknis. Sama sekali tidak ada hal lainnya.
“Itu hanya masalah teknis saja,” kata Tanak, memastikan dalam konferensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Tanak menyebut, yang diatur batasan waktu 1×24 jam adalah dalam melakukan pemeriksaan. Dalam waktu tersebut harus ditentukan apakah ada peristiwa pidana atau tidak dari pihak yang diamankan.
KPK sendiri mengumumkan telah menangkap Abdul Wahid pada Senin (3/11l/2025). Usai ditangkap, KPK biasanya punya waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukumnya.
“Penyelidik dalam tempo 1×24 jam setelah melakukan proses-proses meminta keterangan kepada orang-orang yang telah dilakukan penangkapan itu,” sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, juga menjelaskan mengapa pihak yang diamankan datang tidak secara berbarengan ke KPK. Saat tiba di KPK, ada pihak yang lewat pintu depan dan belakang KPK.
“Jadi begini kondisinya adalah secara psikologis orang-orang ini memang kita pisahkan,” sebutnya.
Asep menjelaskan, ada yang sengaja dipisahkan untuk mencegah adanya intimidasi. Sebab KPK membutuhkan banyak keterangan usai penangkapan dilakukan.
KPK telah menetapkan Abdul Wahid, Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Abdul Wahid, dan Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M. Arief Setiawan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan/atau penerimaan gratifikasi. Kasus ini berkaitan dengan pemberian fee kepada Abdul Wahid sebesar 2,5 persen.
Fee tersebut dari penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang awalnya Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar. Jadinya ada kenaikan sekitar Rp 106 miliar.
Setidaknya terjadi tiga kali setoran fee jatah pada Juni, Agustus dan November 2025. Abdul sendiri ditangkap KPK di sebuah kafe.
Para tersangka dikasus ini disangkakan Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal huruf f dan/atau Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Ram)







