Banyak Langar Aturan dan Rambu Lalu Lintas Bluebird Tuai Kecaman Netizen

by
Armada Bluebird sedang mangkal. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Aktivis Masyarakat Irwan menyayangkan ulah para sopir taksi Blue Bird yang kerap parkir asal-asalan, di pinggiran jalan seolah merekalah raja jalanan.

“Jadi bukan saja soal sopir Blue Bird yang menabrak Danang yang kemudian viral, tapi ini coba lihat sendiri, mereka seolah raja jalanan dan parkir sembarangan,” ujar Irwan dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (7/10/2025).

Menurut Irwan, pihak kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya seakan menutup mata, Irwan juga memperlihatkan video dimana deretan mobil taksi Blue Bird parkir sembarangan dan menggunakan sebagian trotoar.

“Sudah parkir sembarangan, juga merampas hak pejalan kaki. Ini bukan saja di satu lokasi ya, di beberapa lokasi juga terjadi dan polisi sepertinya malah tutup mata, ada apa ini?” keluhnya.

Selain itu Irwan mempertanyakan munculnya dugaan penyelewengan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tidak hanya dari perusahaan taksi saja.

“Tapi juga dari masyarakat itu PNBP kemana? Apakah benar masuk ke kas negara untuk kesejahteraan rakyat atau malah dikorupsi,” beber Irwan.

Sementara Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, menjelaskan, PNBP itu ada berbagai macam cor bisnisnya.

“Hal ini sesuai lembaga atau kementerian yang memungutnya. Kalau Kepolisian, mereka memungut dari Polri seperti pengurusan SIM, STNK, dan tilang. Tentu ini masuk ke kas negara, tapi biasanya banyak buat kepolisian lagi,” ujar Uchok.

Dia menambahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor negara, punya wewenang untuk lakukan audit.

“Tapi karena keterbatasan anggaran dan personil tidak bisa tiap tahun diaudit,” bebernya.

Adapun soal mobil yang parkir di trotoar atau menggunakan sebagian trotoar di Indonesia bisa kena sanksi denda minimal Rp 250.000 dan maksimal Rp 500.000 berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta bisa juga dikenakan tindakan penderekan kendaraan. Trotoar adalah fasilitas untuk pejalan kaki, dan melanggarnya dapat mengganggu fungsi fasilitas tersebut.

Dasar Hukumnya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

Pasal 287 ayat 1: Mengatur sanksi bagi pelanggar rambu lalu lintas dan marka jalan dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda Rp 500.000.

Pasal 275 ayat 1: Menyatakan bahwa setiap orang yang mengganggu fungsi fasilitas pejalan kaki dipidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250.000.

Sebelumnya viral di media sosial, dan menjadi pemberitaan media online, seorang pengendara bernama Danang Pradana atau yang lebih dikenal sebagai Danang DA membagikan pengalaman kurang menyenangkan di jalan. Mobil yang dikendarai sang penyanyi dangdut terlibat tabrakan dengan sopir taksi Bluebird.

Berdasarkan keterangan Danang Pradana melalui unggahan Instagram, insiden terjadi di sekitar jalan Sudirman, Jakarta pukul 13.35 WIB.

“Driver a/n Rochmat Mulya nopol B1298TUC mengendarai mobil dengan sembrono,” ungkap Danang pada Rabu (1/10/2025).

“Tidak hati-hati sehingga menimbulkan kerugian untuk pengendara lain,” ungkapnya.

Danang Pradana juga membagikan kronologi singkat, bagaimana tabrakan bisa terjadi. “Saya melaju pelan dan antre dengan mobil di depan kondisi padat (kecepatan hanya 20-25km/jam),” ujarnya.

“Tiba-tiba dari sebelah kiri nyelonong, menyalip taksi Bluebird dan potong ke kanan,” sambung Danang.

Tabrakan pun tak terhindarkan. Danang mengatakan bahwa dirinya sempat memperingatkan sopir taksi tersebut agar berhati-hati.

“Mau minta ganti rugi juga enggak mungkin, mengingat supir bluebird sudah mengeluh, ‘Saya tidak punya uang,’ ucapnya.

“Ya kasihan, ya jengkel karena dia nyopirnya ngawur sembrono dan tentu saja merugikan pengendara lain,” sambungnya.

Danang juga menyampaikan langsung ke akun instagram Nikita Willy @nikitawillyofficial94 dan Indra Priawan @indpriw semoga driver Bluebird lain lebih hati-hati membawa mobil demi keselamatan bersama.”

Seperti diketahui Indra Priawan masih berstatus terlapor pencurian saham di Blue Bird Taxi bersama Purnomo Prawiro Cs.

Sontak postingan Danang Pradana yang memiliki follower 2,5 juta itu menuai banyak respon dari masyarakat/netizen diantaranya Deden Pardede mengungkapkan, taksi Bluebird kerap parkir asal-asalan di pinggiran jalan.

“Sudah jalanan macet tapi taksi Bluebird nampak tidak peduli, diklakson pun tidak bergeser,” ungkapnya.

Senada dengan Deden, Novia Fitria mengingatkan agar driver Bluebird Taksi jangan sampai melanggar rambu-rambu lalu lintas. “Jangan ngawur kalau nyetir, ga tau aturan, sembrono,” tegas Novia.

Selain itu Mintarsih dalam suatu kesempatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membeberkan tipu muslihat di Bluebird.

Psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Mintarsih Abdul Latief Sp.KJ yang juga diketahui memiliki saham di Blue Bird mengungkapkan, hingga saat ini ia masih memperjuangkan hak sahamnya agar kembali, lantaran dicuri atau memang sengaja dihilangkan.

Berikut rilis lengkap yang dituliskannya;

CARA PT BLUE BIRD TAXI MELAKUKAN PENGGELAPAN SAHAM MINTARSIH
MERENDAHKAN MARTABAT UNDANG-UNDANG

Percobaan menggeser jabatan Mintarsih sebagai sesama Direktur.
Pada tahun 90-an (tahun 1996) Purnomo telah menunjuk diri sendiri sebagai Direktur Utama PT Blue Bird Taxi.

Hal ini tertera di Buku Sang Burung Biru halaman 269 disalin sebagai berikut : “Jalan keluar pun lahir. Mintarsih akhirnya mendapatkan hak untuk mengelola Gamya yang memang sudah dibeli Blue Bird. Purnomo tetap mengelola Blue Bird Group dengan jabatan Direktur Utama”.

PT Blue Bird Taxi merupakan perusahaan Taxi terkenal, namun cacat hukum karena belum menyesuaikan perseroannya dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 1 tahun 1995 maupun Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007.

Pada tahun 2013 menyelenggarakan RUPS untuk disesuaikan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas, namun tidak mencapai kuorum, sehingga penyesuaian Perseroan dengan UUPT No. 40 tahun 2007 tidak berhasil. Akibatnya : sampai tahun 2025 ini PT Blue Bird Taxi cacat hukum karena belum disesuaikan dengan UUPT No. 40 tahun 2007.

Mintarsih memiliki sepertiga bagian saham di CV Lestiani, sedangkan CV Lestiani memiliki 45 % saham di PT Blue Bird Taxi. Sehingga saham Mintarsih di PT Blue Bird Taxi adalah 15 %.

Saham Mintarsih ini digelapkan antara lain melalui pelanggaran Undang-undang, Berita Negara, maupun Anggaran Dasar Perseroan, dengan didahului oleh perbuatan-perbuatan fisik yang menakutkan.

Saham Mintarsih ini digelapkan melalui langkah-langkah yang terlalu menyolok, yaitu :

Langkah ke 1 :

Setelah terjadinya tindakan-tindakan kekerasan yang terlalu menakutkan, maka Mintarsih mengundurkan diri sebagai Pengurus/Direksi CV Lestiani dengan persetujuan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang di delegasikan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dimana Purnomo dan Chandra menyatakan tidak keberatan atas mundurnya Mintarsih sebagai pengurus secara tertulis.

Namun pengunduran diri Mintarsih sebagai pengurus ini di rekayasa melalui Akta Perubahan No. 5 tanggal 21 Desember 2001, yang dibuat oleh F.K. Makahanap, SH, Mkn, yang dibuat tanpa sepengetahuan Mintarsih sebagai pihak yang paling berkepentingan”.

Dalam akta tersebut juga disebutkan persyaratan di Anggaran Dasar CV Lestiani, yaitu tentang diperlukannya tanda tangan atau persetujuan tertulis dari semua pesero; dan pemberesan penyertaan modal berikut keuntungannya.

Persyaratan tanda tangan atau persetujuan tertulis, maupun pemberesan penyertaan modal tidak ada, namun kepemilikan Mintarsih di CV Lestiani tetap dihilangkan.

Pada tanggal 27 Mei 2023 Notaris yang membuat Akta Perubahan No. 5 tersebut membuat pernyataan tertulis bahwa jika surat Mintarsih tanggal 10 Oktober 2001 diperlihatkan oleh Purnomo dan Chandra ke Notaris Makahanap, maka Mintarsih menjadi Pesero Komanditer.

Pengesahan Akta Perubahan No. 5 tanggal 21 Desember 2001, sebagaimana Pasal 17 Anggaran Dasar CV Lestiani mengharuskan didaftarkannya tiap perubahan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ternyata tidak ada, sehingga Akta Perubahan No. 5 tersebut tidak diakui secara hukum, dengan bukti Surat No. W10.U113774.12.2013.03 tanggal 9 Desember 2013 yang disalin sebagai berikut :
“….bahwa Minuta Akta Notaris mengenai CV. LESTIANI yang dibuat oleh Notaris Djojo MULJADI, SH Nomor 99 tanggal 29 Juli 1971 telah didaftarkan dan telah dilegalisasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 9 Agustus 1971 No. 2328;” .

Sehingga berdasarkan Surat Kepaniteraan Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka Mintarsih tetap memiliki 15 % saham di PT Blue Bird Taxi.

Langkah ke 2 :

Dengan tidak diakuinya langkah pertama diatas oleh Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana Anggaran CV Lestiani, Purnomo dan Chandra berlanjut dengan membuat Akta Perseroan Terbatas dengan nama yang mirip dengan CV Lestiani, yaitu Akta PT. Ceve Lestiani no. 1 tanggal 5 Maret 2002.

Pemegang saham CV Lestiani adalah Chandra, Mintarsih dan Purnomo, sedangkan pemegang saham PT Ceve Lestiani adalah Chandra dan Purnomo tanpa Mintarsih.

Hasil dari Akta tersebut tercantum di Tambahan Berita Negara no. 6663 tahun 2002 halaman 2 dengan Putusan sebagai berikut :
”Mengesahkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas : PT. Ceve Lestiani, NPWP : 02.160.382.4-014.000, Berkedudukan di : Jakarta sesuai dengan Format Isian Akta Notaris Model I yang tersimpan dalam Database, Salinan Akta Nomor 1, Tanggal 5 Maret 2002 yang dibuat oleh Notaris Dian Pertiwi, SH berkedudukan di Jakarta Selatan”.
Maka sangat terang benderang bahwa pada Putusan Berita Negara, maka ”PT Ceve Lestiani merupakan Pendirian Perseroan”, yang oleh Kemkumham telah diberikan nomor NPWP yang baru pula.

Kemudian terjadi perubahan PT Ceve Lestiani dimana Sri Adriyani Lestari menjadi Direktur PT Ceve Lestiani, yang akhirnya membuat pernyataan di Akta Otentik yaitu Akta Berita Acara RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi yang membuat palsu Putusan Berita Negara No. 6663 tahun 2002 dengan menyatakan bahwa CV Lestiani telah ditingkatkan statusnya menjadi PT Ceve Lestiani.

Dengan membuat palsu Berita Negara tersebut, maka saham CV Lestiani diganti menjadi saham PT Ceve Lestiani, dengan menghilangkan saham Mintarsih, sehingga Sri Adriyani Lestari menggelapkan 15 % saham Mintarsih di PT Blue Bird Taxi.

Langkah ke 3 :

Dibuatnya Daftar Pemegang Saham tanggal 1 Mei 2013, yang dibuat oleh Purnomo Prawiro, Sri Adriyani Lestari, Kresna Priawan, Sigit Priawan, Bayu Priawan, Indra Priawan, dan Gunawan Surjo Wibowo. Sedangkan Mintarsih Lestiani alias Mintarsih A. Latief, Lani Wibowo dan Elliana Wibowo, tidak dilibatkan dalam pembuatan Daftar Pemegang Saham tersebut.

Pada tanggal 1 Mei 2013, Mintarsih berkedudukan sebagai Direktur PT Blue Bird Taxi juga tidak diundang dalam pembuatan Daftar Pemegang Saham tersebut.

Padahal di UUPT No. 40 tahun 2007 tercantum bahwa Daftar Pemegang Saham adalah kewajiban intern untuk mencatat tentang identitas pemegang saham, jumlah saham, pemegang saham dan keluarganya yang tidak dihubungkan dengan Susunan Pemegang Saham yang tercatat di Akta tanggal 10 Juni 2013. Daftar Pemegang Saham ini tidak melibatkan Mintarsih sebagai sesama Direktur, sehingga legalitasnya diabaikan.

Sedangkan Susunan Pemegang Saham di Kemkumham didasarkan atas :

Akta sebelumnya yang disahkan Kemkumham yaitu Akta Perubahan Anggaran Dasar PT Blue Bird Taxi No. 68 tanggal 19 Pebruari 1991 dengan susunan pemegang saham :
Ny. Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono
CV Lestiani
Surjo Wibowo
Janti Wirjanto

Serta perubahan sah dalam hubungannya dengan jual beli saham, dan warisan / hibah, yang tidak diingkari oleh semua pemegang saham PT Blue Bird Taxi. Maka Pemegang Saham PT Blue Bird Taxi sebagaimana Berita Negara RI adalah CV Lestiani dan bukan PT Ceve Lestiani. Karena kepemilikan PT Ceve Lestiani ini disebutkan dalam berita acara otentik, dan bahkan telah disahkan melalui tipu muslihat jumlah kuorum, yang ditegaskan oleh Sri Adriyani Lestari di Akta Otentik PT Blue Bird Taxi tanggal 10 Juni 2013, yang berarti bahwa Sri Adriyani Lestari melakukan penggelapan saham CV Lestiani.

Langkah ke 4 :

Diadakannya RUPS Luar Biasa tanggal 10 Juni 2013, yang menghasilkan Akta Berita Acara RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi No. 14 tanggal 10 Juni 2013 yang dijadikan sah, dengan pemalsuan jumlah kuorum dengan penjelasan sebagai berikut :

Pada saat diselenggarakannya RUPS tanggal 10 Juni 2013 yang mengubah susunan pemegang saham, maka CV Lestiani masih dalam sengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Perkara No. 161/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst yang berlangsung dari tanggal 8 April 2013 sampai tanggal 18 Pebruari 2014.

Para Pemegang saham yang tidak ikut hadir, adalah :
1) Mintarsih dengan jumlah saham 6,67 %
2) Lani Wibowo dengan jumlah saham 4,38 %
3) Elliana Wibowo dengan jumlah saham 15,31 %
Maka jumlah kuorum yang tercapai adalah 100 % – 45 % – 6,67 % – 4,38 % – 15,31 % = 28,63 %. Sedangkan kuorum yang harusnya tercapai adalah dua pertiga hak suara (66,7 %).

Maka perubahan Susunan Pemegang Saham dengan dasar kuorum yang tidak tercapai membuktikan bahwa RUPS tidak sah, dan hasil RUPS dalam bentuk Susunan Pemegang Sahamnya juga tidak sah.

Semua peserta tersebut mendukung pernyataan-pernyataan yang merupakan dasar terjadinya penggelapan saham CV Lestiani yang dialihkan ke PT Ceve Lestiani, sehingga semua yang disebutkan ikut terlibat dalam “Penggelapan saham CV Lestiani yang diubah menjadi PT Ceve Lestiani di PT Blue Bird Taxi”.

Pemegang saham yang tidak hadir karena takut terjadinya tindak kekerasan yang sadis oleh Purnomo, adalah Mintarsih Lestiani alias Mintarsih A. Latief, Elliana Wibowo, Lani Wibowo.

Rasa takut ini terbukti dengan kehadiran Mintarsih pada RUPS ke dua setelah tahun 1992, dalam hal mana Mintarsih disekap di ruang gelap.

Langkah ke 5 :

PENGGELAPAN SAHAM WARISAN MINTARSIH DI PT BLUE BIRD TAXI

Penggelapan saham warisan ini dilakukan melalui Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT Blue Bird Taxi No. 09 tanggal 11 Mei 2015 yang menjelaskan tentang penipuan dan/atau penggelapan saham ”warisan Mintarsih di PT Blue Bird Taxi”.
Permohonan Peningkatan Modal ini didahului oleh Undangan RUPS Luar Biasa PT Blue Bird Taxi No. 145/Dir/BBT/IV/2015.

Dengan rasa takut (karena adanya pengalaman Percobaan Penculian dan Percobaan penghilangan nyawa serta perbuatan sadis pada pemegang saham wanita yang pada saat tersebut berusia 74 tahun, serta penangkapan Mintarsih dengan alasan Perbuatan Tidak Menyenangkan, dan perintah membawa tersangka (Mintarsih) serta penggeledahan badan, pakaian dan rumah.

Namun Mintarsih memberanikan diri untuk hadir pada Undangan RUPS tanggal 11 Mei 2015. Ketakutan Mintarsih menjadi kenyataan. Mintarsih disekap di ruang gelap oleh dua orang aparat yang berlangsung sejak Mintarsih diperiksa sampai rapat hampir selesai.
Pada Akta otentik tanggal 11 Mei 2015 ini Purnomo Prawiro, Adrianto Djokosoetono dan Bayu Priawan yang didukung dan disetujui oleh Purnomo Prawiro, Sri Adriyani Lestari, Kresna Priawan, Sigit Priawan, Bayu Priawan, Indra Priawan.

Mintarsih Lestiani alias Mintarsih A. Latief disekap di ruang gelap, sehingga tidak mungkin mengesahkan hasil rapat tersebut.

Dikemukan bahwa Modal Ditempatkan dan Disetor PT Blue Bird Taxi adalah Rp 4.900.000.000,- dan diperlukannya penambahan modal sebesar Rp 50.000.000.000 yang antara lain diperlukan untuk membayar hutang ke PT Pusaka Citra Djokosoetono (milik putra dan putri Purnomo dan Chandra) sebesar Rp 10.000.000.000,-.

Secara hukum, hutang lebih dari dua kali aset yang diakui harus dilakukan dengan persetujuan RUPS. Namun faktanya “dilakukan tanpa RUPS” dan tetap diakui sebagai hutang.

Ternyata Modal Ditempatkan dan Disetor pada akta tanggal 11 Mei 2015 adalah Rp 4.900.000.000,- yang sama dengan PT Blue Bird Taxi pada tanggal penyetoran pada Akta Perubahan Anggaran Dasar PT Blue Bird Taxi No. 68 tanggal 19 Pebruari 1991, yang dibuktikan sebagai berikut :

Saham Mintarsih menurut PT Blue Bird Taxi adalah 6,67 %, sehingga jumlah yang harus dibayar untuk peningkatan modal PT Blue Bird Taxi adalah 6,67 % kali Rp 50.000.000.000,- = Rp 3.335.000.000,-.

Karena Mintarsih tidak membayar jumlah tersebut, maka dilakukan dilusi sehingga sahamnya menjadi 0,595 % (pembulatan dari 0,59531876138).
Maka Rp 3.335.000.000,- tersebut equivalen dengan 6,67 % (0,59531876138 % = 6,07468123862 saham), maka saham PT Blue Bird Taxi menjadi Rp 3.335.000.000,- dibagi 6,07468123862 % = Rp 54.900.000.000.000,-.

Maka aset PT Blue Bird Taxi sebelum dilakukannya dilusi adalah nilai aset setelah dilakukannya penambahan dana sebesar Rp 54.900.000.000,- minus permohonan penambahan dana sebesar Rp 50.000.000.000,- = Rp 4.900.000.000,- yang masih harus dikurangi lagi dengan hutang sebesar Rp 10.000.000.000,- menjadi minus Rp 5.100.000.000,-.

Inilah cara menggelapkan saham dengan ”cepat dan serentak” dengan membuat hitungan bahwa aset PT Blue Bird Taxi adalah (Rp 4.900.000.000,- minus hutang Rp 10.000.000.000,-).

Kemudian dilakukan dilusi dengan dasar aset sebesar Rp 4.900.000.000,- minus Rp 10.000.000.000,- yang merupakan penggelapan yang “terlalu nyata dan terang benderang”.

PUBLIKASI MAJALAH FORBES

Menurut Majalah Forbes tahun 2014, kekayaan Purnomo adalah $ 1.3 Billion atau senilai Rp 16.172.000.000.000,- (kurs tengah Bank Indonesia), namun masih sangat lapar harta.

Inilah 5 langkah yang menggambarkan bagaimana Purnomo dan Chandra serta putra putri mereka bertindak serasa penguasa dan berhasil menggelapkan saham Mintarsih di PT Blue Bird Taxi sebesar 21,67 % dikurangi 0,595 % atau lebih dari 21 % saham di PT Blue Bird Taxi.

Ke 5 langkah Penggelapan diatas masih bersambung dengan penggelapan berikutnya. (Ery)