BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pemerhati rumah sosial, M. Tamrin, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan terbaru Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, yang menetapkan kuota rumah subsidi berdasarkan profesi dan wilayah. Dalam kunjungannya ke Maluku, Maruarar menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintah daerah dan menjanjikan pembangunan 3.000 unit rumah subsidi untuk masyarakat setempat.
Tamrin menilai langkah tersebut menyimpang dari kerangka hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
“Rumah subsidi bukan hadiah politik, melainkan hak rakyat yang dijamin undang-undang,” tegas Tamrin dihubungi, Minggu (21/9/2025).
Tapera Bukan Dana Hibah
Dalam aturan Tapera, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hanya sah diberikan kepada peserta Tapera yang memenuhi persyaratan, antara lain: terdaftar minimal 12 bulan, termasuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), belum memiliki rumah, dan pembiayaan hanya untuk rumah pertama.
Pasal 28 UU Tapera juga menegaskan bahwa penerima ditentukan berdasarkan lamanya kepesertaan, kelancaran membayar iuran, serta tingkat kebutuhan mendesak. “FLPP bukan dana hibah yang bisa diputuskan dengan pena seorang menteri,” ujar Tamrin.
Karena itu, ia mengingatkan bahwa pengelolaan dana Tapera merupakan kewenangan Badan Pengelola Tapera (BP Tapera), bukan menteri. Berdasarkan Pasal 36 dan 37, menteri hanya berperan dalam memberikan arahan kebijakan umum melalui Komite Tapera, tanpa kewenangan membagi kuota berdasarkan profesi atau kesepakatan politik.
Risiko Politisasi
Lebih lanjut, Tamrin menilai kebijakan kuota berbasis profesi berpotensi menyingkirkan pekerja MBR yang sebenarnya memenuhi syarat, hanya karena tidak termasuk kelompok yang diistimewakan. “Rumah subsidi berubah menjadi alat pencitraan, bukan lagi instrumen keadilan sosial,” katanya.
Tamrin mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk bertindak tegas dan tidak membiarkan praktik semacam ini berlangsung. “Jika dibiarkan, keadilan sosial akan terdistorsi, program perumahan rakyat dipolitisasi, dan kredibilitas pemerintah runtuh,” ujarnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan agar pemerintah kembali pada asas hukum dan transparansi. “Rumah subsidi harus disalurkan kepada peserta Tapera yang sah, sesuai syarat hukum, dan bukan dijadikan komoditas politik,” tegasnya. (Ery)





