Ketua Umum ASJB Pertanyakan Anggaran Sekolah Rakyat dan Tunjangan Guru dalam Pidato Presiden Prabowo

by
Ketua Umum ASJB RA. Jeni Suryanti (tengah) bersama istri Wapres Gibran, Selvi Ananda dalam acara Hari Anak Nasional di CFD Jakarta, Minggu kemarin (20/7/2025). (Foto: Humas ASJB)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ketua Umum Alumni SMA Jakarta Bersatu (ASJB), R.A. Jeni Suryanti, memberikan respons kritis terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto yang dalam pidatonya menegaskan komitmen untuk membangun sekolah rakyat dan menaikkan tunjangan guru. Menurut Jeni, meski program itu berorientasi pada pemutusan rantai kemiskinan antargenerasi, sumber anggaran menjadi persoalan mendasar yang perlu dijawab pemerintah.

“Untuk program makan bergizi gratis saja masih jadi perdebatan dan banyak pihak bilang dananya tidak cukup, begitu pula untuk bikin sekolah rakyat, dari mana anggarannya?” kata Jeni dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/8/2025).

Sebelumnya, Presiden Prabowo dalam pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat kemarin (15/8/2025) menyebut pembangunan sekolah rakyat ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin.

Sekolah tersebut direncanakan berbentuk asrama dengan fasilitas pendidikan dasar yang menyeluruh. “Kalau orang tua miskin, anaknya tidak harus ikut miskin,” tegas Prabowo yang juga berkomitmen menaikkan tunjangan guru sebagai bentuk penghargaan atas peran mereka dalam mencerdaskan generasi bangsa.

Namun, menurut Jeni, implementasi program semacam itu tidak bisa dilepaskan dari struktur pembiayaan pendidikan yang sebagian besar ada di tangan pemerintah daerah. Ia menilai, ketimbang membuat program baru yang belum jelas keberlanjutan dan pengawasannya, pemerintah pusat sebaiknya memperkuat instruksi agar pemerintah daerah mengalokasikan anggaran pendidikan dasar dan menengah secara lebih tepat sasaran.

“Anggaran pendidikan kan memang ada di daerah, tinggal diarahkan agar benar-benar masuk untuk anak-anak prasejahtera. Jadi bukan bikin program baru yang belum jelas pengawasannya,” ujarnya.

Lebih jauh, Jeni menekankan pentingnya transparansi dan pengawasan anggaran. Menurutnya, banyak kebijakan pendidikan berpotensi gagal bukan karena minimnya niat, melainkan lemahnya mekanisme kontrol atas anggaran yang sudah tersedia.

“Masalahnya ada di pengawasan. Kalau itu bisa diperketat, saya yakin pendidikan untuk anak prasejahtera bisa berjalan lebih baik tanpa harus menambah beban fiskal negara,” tegasnya. (Ery)