Akademisi: Lemahnya Pemahaman Kebangsaan Generasi Sekarang Berdampak Pada Anak Masa Depan

by
Akademisi dan pegiat pendidikan, Adjat Wiratma. (Foto: El)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Akademisi dan pegiat pendidikan, Adjat Wiratma, menyampaikan keprihatinannya terhadap krisis identitas yang melanda generasi muda saat ini, khususnya Generasi Z, yang akan menjadi orang tua dari Generasi Beta, generasi yang akan mengisi Indonesia Emas 2045.

Dalam Dialektika Demokrasi di Gedung DPR RI, Adjat menyoroti bagaimana lemahnya pemahaman kebangsaan dan sejarah pada generasi saat ini bisa berdampak serius pada proses pengasuhan anak-anak di masa depan.

“Kalau pemahaman tentang kebangsaan tidak tertanam pada generasi yang akan melahirkan generasi berikutnya, bagaimana mereka bisa mentransfer nilai-nilai itu dalam pengasuhannya?” tegasnya, Selasa (5/8/2025)

Ia menyoroti pentingnya pendidikan karakter sejak usia dini, termasuk melalui penguatan nilai-nilai nasionalisme. Namun, menurutnya, yang terjadi justru sebaliknya.

“Kita melihat ketergantungan pada teknologi dan arus informasi yang berlebihan justru membuat anak kehilangan daya imajinasi,” katanya.

Padahal, imajinasi penting dalam memahami sejarah dan perjuangan bangsa di masa lalu.
Adjat juga menyinggung soal lemahnya representasi simbol kebangsaan di ruang publik anak-anak.

“Coba tanya anak sekarang, mereka lebih kenal tokoh Marvel atau Ki Hajar Dewantara? Ini persoalan serius,” ujarnya.

Ia menyayangkan banyaknya sekolah yang tidak lagi mewajibkan siswa mengikuti upacara peringatan Hari Kemerdekaan jika jatuh pada hari Minggu. Menurutnya, ini mencerminkan adanya pergeseran nilai yang berbahaya.

“Kalau 17 Agustus jatuh di hari Minggu, seharusnya tetap ada upacara. Ini bukan soal swasta atau negeri. Ini soal anak Indonesia,” katanya.

Adjat mengapresiasi adanya program-program simbolik pemerintah seperti “Merah Putih” yang mengangkat rasa cinta terhadap tanah air. Namun, menurutnya, itu belum cukup.

Ia mendorong agar lebih banyak narasi kebangsaan yang relevan dengan konteks anak masa kini. Salah satunya lewat lagu.

“Kenapa sampai sekarang lagu kebangsaan anak-anak masih itu-itu saja? Harusnya tiap generasi punya lagu kebangsaannya sendiri,” katanya.

Ia menilai, jika generasi muda hari ini tidak memiliki keterlibatan emosional dengan bangsanya, maka sangat mungkin gerakan mereka di masa depan justru akan jauh dari nilai-nilai kebangsaan.

“Jangan sampai gerakan pemuda 2045 nanti adalah gerakan yang tidak berakar pada Indonesia, karena mereka merasa dunia ini satu, tanpa identitas,” pungkasnya. (Jim/Kds)