BERITABUANA.CO, JAKARTA – Badan Pengkajian MPR RI mendorong pimpinan MPR RI melakukan komunikasi politik dengan Presiden Prabowo untuk penyelesaian rencana pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Penegasan disampaikan Anggota Badan Pengkajian MPR RI (BP MPR RI) Firman Subagyo dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia dengan tema “Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) Bentuk Hukum dan Subtansi” yang diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Humas dan Sistem Informasi Setjen MPR RI di Ruang PPIP Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/7/2025).
“Karena ini ada konsekuensi-konsekuensi politik dan hukum, kita minta kepada pimpinan (MPR) agar segera melakukan komunikasi politik melalui forum-forum pertemuan antara pimpinan dengan Presiden, menanyakan tentang yang dimaksudkan dilanjutkan PPHN ini bentuknya ke depan seperti apa?” ucap Firman yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR RI.
Hingga rapat pembahasan terakhir di BP MPR RI, menurut Firman, disepakati pembentukan PPPH harus diawali dengan dasar hukum PPHN tersebut.
Ada dua cara pembentukan PPHN yaitu pertama dapat dilakukan dengan merevisi atau mengamandemen Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai payung hukumnya.
Dan ada opsi kedua dibentuk melalui undang-undang (UU). Namun kalau dibentuk melalui UU maka domain atau kewenangannya bukan ada pada MPR tapi oleh DPR RI.
“Sehingga kekuatan PPPH itu akan tidak bisa menggantikan kedudukan GBHN,” terang Firman seraya menambahkan kekuatan UU melalui revisi oeh DPR RI akan berbeda dengan kekuatan UUD melalui amandemen oleh MPR RI.
Sebab undang-undang setiap saat bisa direvisi dan bisa diubah oleh DPR ketika ada keinginan antara pemerintahan dan DPR.
“Nah oleh karena itu inilah sampai hari ini bicara tentang PPHN memang kami masih melakukan kajian-kajian,” ujarnya.
Di forum sama, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengusulkan dasar hukum dan penerapan PPHN sebaiknya diselesaikan dengan cara kompromi antar pimpinan lembaga negara sehingga substansinya tidak bias dan efektif dalam membatasi kewenangan presiden sebagai kepala negara.
“Untuk PPHN ini perlu dipikirkan agar forum silaturahmi antara pimpinan lembaga negara, ketua DPD, ketua MPR, ketua DPR, ketua MK dan lembaga lainnya dilakukan sesuai dengan semangat gotong-royong,” ujar Margarito Kamis.
Usulan tersebut disampaikan untuk mencegah berlarut-larutnya pembentukan PPHN melalui amandemen UUD NRI 1945.
Margarito menegaskan PPHN saat ini masih dibutuhkan untuk menggantikan visi dan misi presiden yang tertuang dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) untuk periode 5 tahun yang disusun oleh presiden dan wakil presiden terpilih
Menurut Margarito terlalu berisiko bagi kehidupan berbabgsa dan bernegara apabila menyerahkan kekuasaan yang terlalu besar kepada seorang presiden. Karena itulah, PPHN hingga kini masih dibutuhkan agar presiden tidak terjebak dengan kewenangannya yang terlalu besar dalam membuat kebijakan dalam menentukan arah kehidupan bangsa san negara.
“Bangsa ini memilih jalan yang salah karena kita serahkan nasib bangsa ini pada satu orang yang namanya presiden. Karena itulah ada alasan konstitusional untuk membuat PPHN ini,” tegas Margarito.
Senada, Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo mengaku PPHN sangat diperlukan untuk mengganti visi dan misi preaiden dan wakil presiden yang dituangkan dalam RPJPM.
“PPHN atau apapun namanya itu penting, kenapa? Ini lebih menjamin bagaimana pelaksanaan pembangunan agar on the right track,” sebut Karyono Wibowo.
Ia juga mendukung perlunya komunikasi dari para pimpinan lembaga tinggi negara untuk menentukan hal-hal krusial dari rencana pembentukan PPHN seperti dasar hukum apa yang untuk membentuk PPHN.
Sebab dari banyak wacana ada yg mengusulkan dibentuk melalui Ketetapan MPR, ada juga yang menawarkan dalam bentuk undang-undang yabgsemuanya itu, menurut Karyono ada plus minusnya.
Namun, yang diperlukan sebenarnya adalah merumuskan PPHN yang tidak membatasi kewenangan presiden atau tidak mengurangi sistem presidensial secara signifikan. Juga merumuskan PPHN yang akomodatif dengan perkembangan zaman. (Asim/Kds)