Kebijakan Rumah Subsidi 18 m² Diprotes, Asep Dahlan: Ini Pengingkaran Hak Dasar Rakyat

by
Penampakan rumah subsidi. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA — Pemerintah tengah mempertimbangkan penyusutan standar minimum rumah subsidi menjadi hanya 18 meter persegi—kebijakan yang oleh sebagian pihak dinilai sebagai langkah pragmatis, namun oleh yang lain dipandang sebagai kemunduran dalam pemenuhan hak dasar warga negara.

Salah satu suara kritis datang dari Asep Dahlan, konsultan keuangan dan pemerhati kebijakan publik, yang menilai wacana tersebut sebagai bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan sosial. Ia menyebut bahwa kebijakan seperti ini berisiko menormalisasi ketimpangan struktural dan memperburuk kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah.

“Negara seharusnya memberi ruang hidup yang manusiawi, bukan memperkecilnya hingga nyaris tak layak huni. Kita berbicara bukan hanya soal luas bangunan, tapi soal martabat manusia,” ujar Asep dalam wawancara, Kamis (10/7/2025).

Wacana pengurangan ukuran rumah subsidi mengemuka di tengah dorongan pemerintah untuk menekan biaya penyediaan perumahan, di saat permintaan terus meningkat. Namun, bagi Asep, pendekatan tersebut terlalu sempit dan abai terhadap konsekuensi sosial jangka panjang—mulai dari stres penghuni, potensi konflik keluarga, hingga ketimpangan antar wilayah.

“Dalam ruang 18 meter persegi, bagaimana sebuah keluarga menjalani hidup yang sehat, produktif, dan harmonis? Pemerintah tidak boleh mengorbankan kualitas hidup demi angka-angka efisiensi semu,” tegasnya.

Ia menekankan pentingnya reformulasi kebijakan perumahan berbasis keberlanjutan, termasuk memaksimalkan hunian vertikal dengan kualitas konstruksi dan fasilitas yang memadai. Lebih dari sekadar luas bangunan, menurut Asep, paradigma penyediaan rumah subsidi harus menempatkan manusia sebagai pusatnya.

“Apakah rumah subsidi akan menjadi simbol harapan atau justru stempel keterbelakangan, tergantung dari bagaimana negara mendesainnya,” kata Kang Asep, sapaan pendiri Dahlan Consultant itu lagi.

Rencana perubahan ukuran minimal rumah subsidi dalam draf Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor/KPTS/M/2025 menuai pro dan kontra. Dalam aturan yang belum disahkan itu, luas tanah untuk rumah tapak paling rendah adalah 25 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi. Sementara luas lantai rumah paling rendah adalah 18 meter persegi dan paling tinggi 36 meter persegi.

Dalam peraturan sebelumnya yakni Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, luas tanah rumah tapak minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Adapun luas bangunannya berkisar antara 21 hingga 36 meter persegi.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menyebut pro kontra itu hal biasa. Dirinya merasa yakin tujuan dari penyusunan peraturan tersebut sangat baik supaya semakin banyak masyarakat yang bisa menerima manfaat. Selain itu untuk tidak merugikan konsumen karena ada pilihan desain rumah bersubsidi yang sesuai kebutuhan konsumen.

“Sekarang kan masih tahap masukan-masukan. Pro kontra itu biasa. Tujuannya kan baik,” ujar Menteri PKP dalam keterangannya, pekan lalu. ***