BERITABUANA.CO, TEL AVIV – Meski Israel gembira karena induk senangnya Amerika Serikat (AS), berhasil merudal tiga tempat penyimpanan bom milik Orang, namun secara psikologis Iran sudah lebih dahulu mendapatkan kabar gembira. Pasalnya anak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu gagal kawin akibat serangan rudal Iran yang memporak-porandakan kota Tel Aviv dan kota-kota lainnya. Kemudian Iran pun mendapat keuntungan dengan keluhan Netanyahu tentang anaknya gagal kawin tidak mendapatkan simpatik warga Israel yang anti Netanyahu.
Dalam pidatonya yang memicu kontroversi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa akibat serangan Iran ia harus menanggung dengan biaya pribadi.
Dalam pidatonya yang disiarkan di televisi pada Jumat (20/6/2025), Netanyahu berusaha menunjukkan bahwa setiap warga Israel, termasuk keluarganya, turut menanggung beban pengorbanan.
Ia menyebut pernikahan putra bungsunya, Avner Netanyahu, telah ditunda sebanyak dua kali karena alasan keamanan di tengah ancaman serangan.
“Kita semua menanggung biaya pribadi, dan keluarga saya tidak terkecuali,” ujar Netanyahu.
Namun, alih-alih menuai simpati, pernyataan Netanyahu tersebut justru mengundang reaksi keras dan sinisme dari berbagai kalangan di Israel. Banyak warga dan tokoh oposisi menuduh sang PM tidak peka dan tidak dapat memahami penderitaan sesungguhnya yang dialami warga biasa akibat perang.
Para kritikus dengan cepat menunjukkan kontras antara penundaan sebuah pesta pernikahan dengan kehilangan nyawa, rumah, dan anggota keluarga yang dialami oleh banyak warga Israel dan Palestina.
Di media sosial, banyak warga Israel menyuarakan kemarahan mereka, menganggap komentar Netanyahu sebagai upaya yang canggung dan egois untuk menghubungkan pengorbanannya dengan penderitaan rakyat.
Seorang anggota parlemen dari pihak oposisi, Gilad Kariv, menyebut pernyataan itu sebagai contoh “narsisisme tanpa batas” dan menuduh Netanyahu lebih mementingkan citra pribadinya daripada nasib warga negara.
“Saya tahu banyak keluarga yang tidak dipaksa untuk menunda pernikahan, tetapi sekarang tidak akan pernah merayakan pernikahan yang seharusnya dilangsungkan,” kata Kariv.
Keluarga dari para sandera yang masih ditahan di Gaza juga dilaporkan mengungkapkan kekecewaan mereka. Mereka menyatakan bahwa fokus pemimpin negara seharusnya adalah membawa pulang orang-orang yang mereka cintai, bukan mengeluhkan acara keluarga yang tertunda.
“(Anak) saya sudah berada di ruang bawah tanah neraka Gaza selama 622 hari sekarang,” kata ibu seorang sandera Hamas Matan Angrest, Anat Angrest, dalam sebuah posting di platform media sosial X.
Pernyataan kontroversial ini muncul di saat pemerintahan Netanyahu menghadapi tekanan berat baik dari dalam maupun luar negeri terkait penanganan konflik yang semakin meluas. Insiden ini menambah panjang daftar kritik yang ditujukan kepada perdana menteri, yang popularitasnya terus menurun menurut berbagai jajak pendapat.
Amir Tibon, seorang jurnalis Israel, berpendapat bahwa elemen masyarakat, yang anak-anaknya terbunuh dalam pertempuran, tidak akan pernah menarik perhatian pada fakta tersebut. Menurutnya, hal ini hanya akan membuat Netanyahu terlihat egois.
“Namun, tidak ada yang mengejutkan dari Netanyahu,” kata Tibon. “Bahkan di saat-saat ketika contoh pribadi sangat dibutuhkan, ia pertama-tama dan terutama peduli pada dirinya sendiri.” (Kds)