BERITABUANA.CO, SAMPANG – Sederhana. Mungkin kata itu yang paling tepat untuk menyebut, produk dagangan jajanan yang dihasilkan ibu-ibu binaan HCML melalui program UMKM, di balai desa Pulau Mandangin.
Ada sekitar 20 produk dagangan jajanan yang dijual untuk warga sekitar. Meski kemasannya biasa saja, tak jauh beda dengan yang ada di kota-kota besar, seperti Jabodetabek, namun daya jualnya cukup bagus, jika dilihat dari tarap hidup masyarakat di Pulau Mandangin.
Seperti misalnya, salah satu dagangan rujak, yang dikemas plastik isi nanas, pepaya, mangga dan lainnya dibandrol harga Rp11.000, cukup diminanti.
Padahal, mereka belinya pun cukup jauh, harus menyeberangi lautan memakan waktu 2 jam untuk pulang pergi.
Jika dibanding di kota besar dengan harga kisaran Rp 12.000 – Rp 13.000, produk rujak binaan HMCL ini pun bersaing. Soal harga dan rasa. Belum produk lainnya seperti telur burung puyuh, sambal, bolu dan lainya.
“Dari jualan produk UMKM ini, anggota sudah memiliki penghasilan sendiri yang kita bagikan setiap minggu sekali dari keuntungan menjual produk olahan makanan, “ Kata Rizkia, Kordinator kedai olahan makanan UMKM.
Rizkia pun mengaku keuntungan yang diperoleh hasil produk makanannya itu satu bulan mencapai laba bersih Rp 2.000.000.
Dan uang keuntungannya itu pun dinikmati bersama dengan, istilah membagikan hasil kerja mereka dengan angka yang bervariasi kepada para pembuat produk.
Menurut Rizkia, untuk menghasilkan produk olahan makanan yang sehat dan kemasan yang bagus, dirinya dan beberapa anggota dibina selama 4 (empat) hari oleh KKKS HCML. “ Kami diberikan kesempatan untuk eksplore produk olahan ini, “ Kata Rizkia bersemangat.

Sambal Khas Pulau Mandangin
Hal lainnya, adalah sosok Diana Savitri (26), anak dari Haji Haidar, tokoh cukup berpengaruh di Pulau Mandangin. Dan suami Savitri, Burhan. Keduanya juga penerima manfaat PPM (Program Pengembangan Masyararakat) SKK Migas – HCML, produknya sambal khas pulau Mandangin.
Merk sambal khas Pulau Mandangin terpasang dengan merk “Sambal Dapur Haidar”. Namun pengakuan Savitri, produk sambal kemasannya ini, tidak hanya dinikmati warga Pulau, tapi juga dijual dan dipesan ke sejumlah wilayah seperti Surabaya, Malang, Jakarta, Jawa barat, bahkan ke Bali. Rasanya, memang bagi bukan penikmat sambal agak kehasaman, tanpa rasa sedikit pun tarasi.
Namun, bagi penikmat ikan atau makanan seafood, rasa sambal ini sangat nikmat. “Pas, gitu di lidah,” ungkap Harto salah seorang penikmat laukan ikan.
Savitri pun menceritakan proses bisnis sambalnya. “Sebelum ada pelatihan kita melakukan pembuatan atau packing sambal dilakukan tradisional, namun setelah dilakukan pelatihan oleh SKK Migas dan HCML ada perkembangan ke arah yang lebih baik, “ kata Diana Savitri.
Menurut Diana, meningkatnya jualan sambal ini sempat membuat dirinya kewalahan karena tingginya permintaan keluar pulau, apalagi dirinya baru melahirkan anak pertama.
“Pelatihan yang dilakukan HCML tidak hanya membuat kemasan atau packing yang bagus tapi juga kami diajari bagaimana menjadikan label halal dan jualan secara online,” kata Diana senang.
Bersama warga pulau, Diana dan Burhan menjual sambal dan kemasan botol kecil seharga 25 Ribu Rupiah, untuk semua varian rasa, Namun sempat khawatir karena jika dikirim dengan jarak yang jauh dan lama produknya tidak tahan lama karena tanpa bahan pengawet,
“HCML menawarkan bagaimana produk sambal ini bisa tahan lama, sehingga bisa dikirim diseluruh wilayah Indonesia, “ katanya bersemangat.
Savitri memberi nama sambal khas Pulau Mandangin dengan nama Sambal Dapur Haidar, yang diambil dari nama adiknya yang memang menyukai sambal. (Kds)





